PENDAHULUAN
N
|
aluri manusia yang pertama-tama ialah mempertahankan hidup.
Untuk bisa mempertahankan dan melanjutkan hidup, manusia butuh makan, pakaian
dan tempat tinggal. Disamping itu juga memerlukan pemeliharaan dan pengembangan
jiwa serta pikiran seperti hiburan, belajar dan sebagainya.Makan, pakaian dan
tempat tinggal disebut kebutuhan materiil dan merupakan kebutuhan primer
bagi manusia hidup. Sedangkan pemeliharaan dan pengembangan jiwa serta pikiran
disebut kebutuhan sprituil dan merupakan kebutuhan sekunder bagi hidup
manusia.Kebutuhan materiil sebagai kebutuhan primer bersifat mutlak bagi
kelangsungan hidup manusia. Sedang kebutuhan spirituil sebagai kebutuhan
sekunder bersifat relatif, tapi perlu dan penting bagi kelangsungan hidup
manusia untuk maju dan baik.
Kebutuhan meteriil bisa
terpenuhi hanya bila manusia melakukan kerja produksi. Kerja ialah mengubah
objek, alam atau sosial menjadi lain dan berguna. Mengubah alam dari tanah kosong menjadi menghasilkan, dari
sawah-ladang menjadi bendungan-waduk ataupun lapangan golf, dari padi menjadi
beras dan nasi, dari kapok menjadi benang dan kain, merupakan kerja yang
disebut kerja produksi. Sedangkan mengubah keadaan sosial dari
masyarakat terbelakang menjadi maju, dari sistem kapitalis menjadi sosialis,
dari orang sakit menjadi sembuh atau bodoh menjadi pandai, merupakam kerja yang
disebut kerja sosial. Untuk bisa kerja produksi, manusia perlu alat kerja disamping
tenaga kerjanya sendiri. Selanjutnya diperlukan sasaran produksi. Alat kerja
ialah alat untuk bekerja seperti mesin, palu, arit cangkul, garu, luku,
gergaji, dsb. Sedang sasaran kerja ialah sesuatu yang dikerjakan, digarap
atau diolah seperti tanah atau bahan mentah. Alat kerja dan sasaran kerja merupakan alat produksi. Selanjutnya
alat produksi dan tenaga kerja manusia merupakan tenaga produktif. Dengan
tenaga produktif, manusia siap untuk berproduksi atau memproduksi sesuatu.
Dalam proses kerja produksi atau dalam
proses produksi, manusia memerlukan dan mengadakan hubungan antara yang satu
dengan yang lain disebut hubungan produksi, yaitu hubungan antara manusia untuk
memproduksi sesuatu. maka produksi selalu bersifat sosial karena suatu produksi
selalu sebagai hasil kerja sama atau hasi hubungan bersama antar manusia.
karena itu pula produksi juga berwatak dan bersifat sebagai milik bersama untuk
kepentingan bersama. Hubungan produksi terdapat dua macam bentuk dan sifat,
yaitu hubungan produksi kerja sama dan hubungan produksi kerja penindasan.
Hubungan produksi kerja sama terbentuk secara sukarela untuk kepentingan
bersama. Semua mendapatkan bagiannya dan terpenuhi kepentingannya. Sebaliknya
hubungan kerja penindasan terbentuk secara terpaksa atau dipaksa untuk
kepentingan sepihak atau perorangan, hasilnya sebagai milik sepihak atau
perorangan. Tidak semua sama mendapatkan bagiannya dan tidak semua terpenuhi
kepentingannya.
Bentuk dan sifat hubungan
produksi ditentukan oleh bentuk dan sifat pemilikan atas alat produksi dalam
hubungan produksinya, dan bukan oleh tenaga produktifnya. Dalam hubungan yang
alat produksinya sebagai milik bersama atau milik sosial, berlangsung hubungan
produksi kerjasama yang bersifat dan berwatak sosialis sebagaimana berlangsung
didalam masyarakat sosialis atau masyarakat komunis. Didalam masyarakat
sosialis dan komunis, alat produksi merupakan milik sosial masyarakat, dan
berlangsung hubungan produksi sosialis. Hasilnya menjadi milik bersama. Semua
mendapatkan bagian sesuai dengan hasil kerjanya. seperti didalam masyarakat
sosialis, atau sesuai dengan kebutuhannya seperti didal;am masyarakat komunis.
Sebaliknya, dalam hubungan produksi yang alat produksinya sebagi milik
perorangan, berlangsung hubungan produksi kerja penindasan yang bersifat dan
berwatak penghisapan sebagai mana yang berlangsung didalam masyarakat pemilikan
budak, masyarakat feodal dan masyarakat kapitalis.
Didalam masyarakat pemilikan
budak, alat produksi milik tuan budak dan berlangsung hubungan produksi
pemilikan budak. Hasilnya milik tuan budak. Budak-budak tidak mendapat bagian
sama sekali. Didalam masyarakat Feodal, alat produksi milik tuan Feodal dan
berlangsung hubungan produksi Feodal. Hasilnya milik tuan Feodal. Kaum tani
mendapat bagian yang tidak cukup.
Didalam masyarakat kapitalis, alat produksi milik tuan kapitalis dan
berlangsung hubungan produksi kapitalis. Hasilnya milik kapitalis. Kaum buruh
tidak mendapat bagian yang semestinya.
Hubungan produksi dan tenaga
produktif merupakan cara produksi. Cara produksi ialah bentuk proses produksi.
Persoalannya meliputi apa dan siapa tenaga produktifnya, siapa pemilik alat
produksinya dan bagaimana sifat hubungan produksinya. Dalam cara produksi,
tenaga produktif bersifat aktif. Berperanan sebagai penggerak dan pendorong
bagi perubahan dan perkembangan cara
produksi. Sedang hubungan produksi bersifat pasif tapi mempunyai peranan yang
menentukan bentuk cara produksi. Tenaga Produktif bersifat aktif mendorong maju
cara produksi. Setiap perubahan dan perkembangan maju cara produksi selalu
dimulai dari perubahan dan perkembangan maju tenaga produktif dan yang pertama
sekali dimulai dari perubahan dan perkembangan maju alat kerja.
Alat kerja ikut membentuk
watak, sifat dan keahlian kerja manusia sebagai tenaga kerja yang
menggunakannya. Alat kerja yang sederhana, yang bisa digunakan oleh kerja
perseorangan dan bisa menghasilkan seperti cangkul, alat pertukangan
kecil-kecilan dsb, membentuk watak dan sifat individu serta keahlian kerja
tingkat rendah pada manusia tenaga kerja yang menggunakannya. Sedangkan alat
kerja yang modern, yang bisa digunakan hanya oleh kerja kolektif seperti mesin,
pabrik, loko kereta api, kapal laut, pesawat terbang dsb, membentuk watak dan
sifat kolektif serta keahlian kerja tingkat tinggi pada manusia tenaga kerja
yang mengunakannya. Makin tinggi tekhnik alat kerjanya, juga makin tinggi
keahlian kerja manusia yang mengunakannya.
Demikianlah keahlian kerja
manusia timbul dan ditentukan oleh alat kerja. Timbul sesudah alat kerjanya
ada. Sebagaimana orang bisa menjadi montir atau ahli mesin sesudah ada mesin.
Bisa menjadi kapten kapal laut sesudah ada kapal laut. Bisa menjadi pilot
sesudah ada pesawat terbang dsb. Alat kerja merupakan unsur yang paling mobile
dan dinamis serta revolusioner didalam tenaga kerja produktif. Keadannya selalu
berubah dan berkembang maju. Tidak pernah tetap selamanya, dan tidak pernah
berhenti dalam waktu yang lama.
Sejarah perkembangan alat
kerja mencatat, bahwa pada mulanya didalam zaman komunal primitif, alat kerja
terdiri dari batu dan tongkat. Lalu berubah dan berkembang menjadi panah,
tombak, sumpit, parang dsb. Sesudah ditemukan logam. Dalam zaman pemilikan
budak, alat kerja berubah dan berkembang lebih maju lagi dengan timbulnya mesin
atau mekanika tangan yang keadannya bertambah maju didalam zaman feodalisme.
Didalam zaman feodalisme, mesin-mesin yang sudah maju menjadi tambah maju lagi
didalam zaman kapitalisme muda, dengan berubah dan berkembangnya mesin-mesin
itu menjadi mesin bertenaga uap dan dan listrik sesudah timbul penemuan uap dan
listrik pada zaman itu. Selanjutnya mesin-mesin itu terus berubah dan
berkembang maju lagi pada zaman kini yang menjadi mesin-mesin atau mekanika
teknik yang bertenaga atom dan nuklir. Setiap kali alat kerja berubah dan
berkembang, berubah dan berkembang pula watak dan sifat serta keahlian kerja
manusia tenaga kerjanya. Lalu timbul tuntutan-tuntutan dari tenaga produktif
itu kepada hubungan produksi yang lama untuk juga berubah dan menyesuaikannya.
Bagaimanapun hubuingan
produksi tidak akan dengan sendirinya dan tidak akan pula secara udah
begitusaja menyesuaikannya, kecualiakhirnya terpaksa atau dipaksa harus berubah
dan berkembang maju sesuai dengan perubahan dan perkembangan maju tenaga
produktif. Dengan berubah dan berkembangnya hubungan produksi sebagai faktor
yang menentukan, berubah dan berkembang pula cara produksi. Sejarah telah
membuktikan hal itu. Ketika zaman komunal primitif, tenaga produktif terdiri
dari alat kerja yang primitif batu dan tongkat, dan tenaga kerja dengan
keahlian kerja yang masih sangat rendah. Keadaan tenaga produktif yang primitif didalam alam yang masih sangat
besar dan luas ketika itu, membentuk watak dan sifat tenaga produktif untuk
hidup bersama dalam hubungan produksi kerja sama yang berlangsung dalam cara
produksi komunal primitif.Dari itu, ketika tenaga produktif berubah dan
berkembang terdiri dari alat kerja logam seperti panah, tombak, parang dann sebagainya.
Dan tenaga kerja denmgan keahlian kerja yang sudah meningkat hingga dengan alat
kerja itu perorangan bisa menghasilkan sendiri, berubahlah watak dan sifat
kolektifnya menjadi berwatak dan bersifat individu . Lalu timbul tuntutan baru
tenaga produktif untuk merubah hubungan produksi kolektif menjadi hubungan
produksi perorangan yang akhirnya
berkembang menjadi hubungan produksi
penindasan dengan berlangsungnya yang kuat menindas yang lemah.
Hubungan produksi tersebut
menjadi kongkrit berubah sebagai sebagai
hubungan produksi penindasan budak pada zaman pemilikan budak. Maka berubah
cara produksi komunal primitif menjadi cara produksi pemilikan budak dengan
berlangsungnya budak sebagai alat kerja yang dimiliki oleh tuan budak.
Selanjutnya alat kerja dan keahlian atau kecakapan kerja tenaga kerja terus
berkembang dan meningkat. Budak-budak yang tadinya sebagai alat kerja, berubah
menjadi tenaga kerja yang terikat pada tanah-tanah milik tuan budak. Ini
menimbulkan tuntutan-tuntutan baru dati tenaga produktif untuk merombak
hubungan produksi pemilikan budak dan menggantinya dengan hubungan produksi
yang baru,. Hubungan produksi pemilikan budak menjadi berubah diganti dengan
hubungan produksi feodalisme yang berlangsung dengan alat produksi tanah sebagai
milik tuan feodal dan kaum tani hamba sebagai tenaga kerjanya bekerja diatas
tanah itu yang mengikatnya. Dengan begitu, berubah pula cara produksi pemilikan
budak menjadi cara produksi feodalisme.
Dalam zaman feodalisme, alat
kerja pertukangan atau alat kerajinan tangan makin berkembang maju. Keahlian
atau kecakapan kerja tenaga kerja tukang atau kaum kerajinan tangan juga
meningkat dalam pekerjaan perusahaan rumah dan perusahaan manufaktur. Ini
membentuk watak dan sifat tenaga kerja yang liberal dan menimbulakan tuntutan
baru dari tenaga kerja produktif itu untuk merombak hubungan produksi
feodalisme dan menggantinya dengan hubungan produksi baru yang sesuai dengan
perkembangan tenaga produktifnya. Dengan begitu hubungan produksi feodalisme
berubah diganti denmgan hubungan produksi kapitalisme yang alat kerja atau juga alat produksi merupakan milik kapitalis
dan tenaga kerja buruh diupah serta berada dibawah kekuasaan tuan kapitalis dan
tenaga kerja buruh diupah serta berada dibawah kekuasaan tuan kapitalis. Maka
berubahlah cara produksi feodalisme menjadi cara produksi kapitalisme.
Dalam zaman kapitalisme,
alat kerja berubah dan berkembang menjadi mesin-mesin modern. Watak dan
sifatnya kolektif. Keahlian atau kecakapan kerja buruh meningkat tinggi. Perkembangan
itu menimbulkan tuntutan baru dari tenaga produktif yang bersangkutan untuk
merombak hubungan produksi kapitalisme dan menggantinya dengan hubungan
produksi yang baru yang sesuai dengan perubahan dan perkembangan tenaga kerja
produktif yang berwatak dan bersifat kolektif. Kemudian hubungan produksi
kapitalis berubah menjadi hubungan produksi sosialis dengan berlangsungnya alat
produksi menjadi milik kolektif bersama masyarakat.
Cara produksi yang
ditentukan oleh hubungan produksi itu kemudian menentukan sistem ekonomi
masyarakat. Sistem ekonomi masyarakat ini pada hakekatnya juga ditentukan oleh
hubungan produksi. Jadi begitu hubungan produksinya, begitu pula cara
produksinya, dan selanjutnya juga begitu sistem ekonomi masyarakatnya. Maka
berubah hubungan produksinya, berubah pula pula cara produksinya, dan
selanjutnya juga berubah sistem ekonomi masyarakatnya.
Sistem ekonomi ialah tata
laksana penyelenggaraan keperluan hidup materiil manusia dalam kehidupan
masyarakat. Ini mengandung tiga faktor dan meliputi tiga persoalan pokok yaitu
faktor-faktor dan persoalan-persoalan : pemilikan alat produksi, pertukaran
hasil, dan distribusi hasil produksi.
v Faktor
pemilikan alat produksi ialah faktor dan persoalan siapa pemilik atau penguasa
alat produksi. Milik atau dikuasai oleh komune, atau oleh perorangan tuan
budak,,tuan feodal, tuan kapitalis dsb, atau oleh masyarakat bersama.
v Faktor
dan persoalan pertukaran hasil produksi ialah faktor dan persoalan sasaran atau
tujuan produksi. Artinya, produksi itu untuk apa, untuk siapa, atau untuk mana.
Untuk apa? Untuk persediaan, untuk konsumsi rutin, untuk bantuan solidaritas,
atau untuk keperluan mendesak dsb. Untuk siapa? Untuk kepentingan memenuhi
keperluan umum masyarakat, mencukupi seluruh kebutuhan jiwa, atau hanya untuk
keperluan pasar bagi yang mampu membeli, atau untuk kepentingan perorangan
memenuhi keperluan keluarga, kerabat, aparat aristokrat kekuasaan dsb. Untuk
mana? Untuk keperluan dalam negeri, untuk keperluan eksport, untuk seluruh
daerah, atau hanya untuk sebagian daerah, untuk kota atau untuk desa dsb.
v Faktor
dan persoalan distribusi hasil produksi ialah faktor dan persoalan pembagian
hasil kerja dalam satu hubungan produksi. Bagaimana hasil kerja dalam satu
persoalan hubungan produksi itu dibagi, apa dasarnya dan berapa jumlah
penerimaan masing-masing pekerja dll. Dibagi berdasarkan kebutuhan seperti
dalam hubungan produksi komunal primitif dan hubungan produksi komunisme
modern, atau berdasarkan hasil kerja seperti dalam hubungan produksi sosialis,
atau berdasarkan pemberian seperti dalam dalam hubungan produksi pemilikan
budak, atau berdasarkan sewa alat produksi seperti dalam hubungan produksi
feodal, atau berdasarkan harga tenaga kerja seperti dalam hubungan produksi
kapitalisme.
Dari tiga faktor dan
persoalan tersebut, yang paling penting, yang menentukan dan yang memimpin
kelangsungan suatu sistem ekonomi adalah faktor dan persoalan yang pertama
yaitu faktor dan persoalan pemilikan alat produksi. Faktor-faktor dan persoalan
tersebut yang lain, tunduk pada faktor dan persoalan yang pertama itu. Artinya
siapa yang memilki atau menguasai alat produksi, dia pula yang menentukan dan
memimpin pertukaran hasil produksi dan distribusi hasil produksi atau pembagian
hasil kerja. Demikian itu sudah berlangsung sepanjang sejarah ekonomi, sejak
ekonomi komunal primitif dan pemilikan budak sampai ekonomi feodalisme,
kapitalisme dan sosialisme.
Pertukaran hasil produksi
atau sasaran produksi dan distribusi hasil produksi atau pembagian hasil kerja
dalam hubungan produksi komunal primitif dan sosialisme ditentukan bersama dan
dipimpin secara kolektif karena alat produksi milik bersama seluruh masyarakat.
Maka berlangsung sistem ekonomi komunal primirtif dan sosialisme. Dalam
hubungan produksi pemilikan budak, hal-hal tersebut ditentukan dan dipimpin
oleh tuan budak karena alat produksi milik tuan budak. Maka berlangsung sistem
ekonomi pemilikan budak. Dalam hubungan produksi feodalisme, ditentukan dan
dipimpin oleh tuan feodal karena alat produksi milik tuan feodal. Maka
berlangsung sistem ekonomi feodalisme.Dalam hubungan produksi kapitalisme,
ditentukan dan dipimpin oleh tuan kapitalisme karena alat produksi milik tuan
kapitalis. Maka berlangsung sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi pada
hakekatnya merupakan sistem masyarakat dan sebagai basis kehidupan masyarakat
yang diatasnya berdiri bangunan atas. Basis ialah alas atau dasar kehidupan
materiil, sumber dan kekuatan hidup masyarakat. Sedangkan bangunan atas ialah
kehidupan sprituil yaitu ide dan pelaksanaannya seperti sistem politik, hukum,
negara, kebudayaan, organisasi sosial masyarakat, partai politik dan
sebagainya. Basis tersebut menentukan bangunan atas. Artinya, begitu basisnya
atau sistem ekonominya, begitu pula ide-idenya, sistem politiknya, hukumnya,
negaranya, kebudayaannya, organisasi sosial masyarakat, partai politiknya dan
sebagainya. Bila basisnya komunal primitif, maka ide-idenya dan sebagainya..
Juga berwatak dan bersifat komunal primitif. Begitu selanjutnya bila basisnya
pemilikan budak, atau feodalisme, atau kapitalisme atau sosialisme maka
ide-idenya dan sebagainya, sistem politinya, hukumnya, maupun negaranya,
kebudayaannya, organisasi sosial masyarakat, partai politiknya dan sebaginya
.Juga berwatak dan bersifat pemilikan budak, feodalis, kapitalis-imperialis,
atau sosialis. Tidak bisa lain. Maka bila basisnya berubah, berubah pula
ide-idenya dan sebaginya. Itu semua, lambat atau cepat tapi pasti. Basis dan
bangunan atasnya itu disebut atau merupakan suatu sistem masyarakat. Dengan proses
berlangsungnya suatu masyarakat dan ekonominya atau berlangsungnya suatu sistem
masyarakat.
BAGAN I
PROSES
KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN EKONOMINYA
MANUSIA HIDUP
|
||||
Perlu
MAKAN, PAKAIAN,
TEMPAT
TINGGAL
|
harus
DIPRODUKSI
|
mengharuskan
MANUSIA BEKERJA UNTUK
MEMPRODUKSI
|
II. MASYARAKAT KOMUNAL PRIMITIF
M
|
asyarakat komunal primitif merupakan
masyarakat yang pertama-tama lahir didunia dalam sejarah perkembangan
masyarakat. Disebut masyarakat komunal primitif karena sistem ekonominya
bersifat komunal dan alat kerjanya masih primitif. Sistem ekonomi komunal
primitif ialah sistem ekonomi yang alat produksinya milik komune, tujuan
produksinya untuk kepentingan komune, dan hasil produksinya dibagi menurut
kebutuhan masing-masing anggota komune. Dalam masyarakat komunal primitif,
manusia pada mulanya hidup secara nomaad, yaitu hidup bergerombol dan
berpindah-pindah, mengembara dari satu ke lain tempat. Tidak menetap di satu
tempat. Tempat-tempat pengembaraan atau tempat tujuannya ialah tempat-tempat
yang terdapat makanan, yaitu buah-buahan dan binatang. Mereka berada di satu
tempat hanya selama di situ masih ada dan cukup makan. Kemudian pindah sesudah
makanan di tempat itu habis atau tidak cukup, dan ditinggalkan begitu saja.Taraf
hidup ekonomi mereka baru pada tingkat mencari yang sudah ada. Belum sampai
pada tingkat memproduksi untuk mencukupi keperluannya. Dalam hidup bergerombol,
mereka hidup bersama mencari makan bersama, berburu bersama. Mengumpulkan
buah-buahan bersama, hasilnya sebagai milik bersama, dan dibagi bersama sesuai
dengan kebutuhan masing-masing. Tidak mesti sama jumlahnya atau tidak tentu
sama banyaknya.
Mereka hidup ditengah alam
yang masih sangat ganas. Ditengah hutan rimba belantarayang disitu hidup binatang-binatang
buas, atau ditepi pantai yang lautan samudra rayanya berkuasa dengan kejamnya.
Sedang alat kerja atau senjata mereka masih sangat primitif dari tombak,
terdiri dari tongkat dan batu. Ditengah alam yang ganas kejam dan dengan alat
kerja atau senjata yang sangat primitif seperti itu, mereka dipaksa untuk hidup
bersama dalam mempertahankan dan melangsungkan hidupnya. Mereka bersama-sama
mengatasi gangguan dan rintangan alam. Bersama-sama menanggulangi gangguan dan
serangan binatang-binatang buas. Bersama-sama menggunakan semua kekayaan alam
dan alat kerja sebagai milik bersama.. Dengan begitu berlangsung hubungan
produksi kerjasama yang hasilnya untuk kepentingan bersama segerombolan.
Gerombolan-gerombolan pengembara antara yang satu dengan yang lain tidak ada
dan tidak mempunyai saling hubungan. Masing-masing hidup sendiri-sendiri. Bila
sering bertemu, timbul perkelahian berebut daerah makanan. Gerombolan yang
menang, mengusai daerah yang dikehendaki. Sedang yang kalah, pergi meninggalkan
daerah-daerah itu atau ditawan. Mereka yang kena ditawan, biasanya lalu dibunuh
karena dianggap hanya akan menambah beban hidup gerombolan yang bisa
memberatkan. Gerombolan dalam perjalannya mengalami perkembangan. Anggotanya
secara berangsur-angsur menjadi bertambah besar karena perkembangan jumlah
keluarga.
Gerombolan makin lama makin
bertambah besar. Hidup mengembara menjadi bertambah tidak praktis. Lalu timbul
usaha untuk hidup menetap. Keadaan dan kehidupan masyarakat menjadi berubah.
Gerombolan yang hidup mengembara menjadi gens yang hidup menetap. Didalam gens
mulai berlangsung kehidupan berumah tangga dan pembagian kerja untuk keperluan
hidup dan kehidupan bersama dalam gens. Pekerjaan dibagi sesuai dengan keadaan
dan kemampuan tenaga kerjanya. Wanita bercocok tanam dan mengurus keluarga.
Seadangkan laki-laki berburu atau mencari ikan dan buah-buahan. Kehidupan gens
adalah kehidupan komune, kehidupan bersama masyarakat sekelompok. Semua
kekayaan alam dan alat kerja milik bersama dan digunakan bersama. Semua bekerja
untuk kepentingan bersama. Hasilnya dibagi merata sesuai dengan kebutuhannya.
Kehidupan ekonomi komune bersumber dari hasil kerja cocok tanam dan dari
perburuan. Wanita bekerja bercocok tanam mempunyai hasil hasil secara tetap dan
bisa mencukupi kebutuahn komune, sedang laki-laki berburu, hasilnya tidak
menetu. Dengan begitu, pekerjaan wanita, yaitu pekerjaan bercocok tanam
mempunyai peranan yang penting dan pengaruh yang besar dalam kehidupan ekonomi
komune dan dalam kehidupan gen daripada pekerjaan laki-laki, yaitu berburu. Itu
berarti bahwa wanita memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi komune
dan membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan gen daripada laki-laki. Peranan
penting wanita dalam kehidupan komune komune dan berpengaruh besar dalam
kehidupan gen, itu membawa wanita juga berperanan dan berpengaruh dalam
kehidupan keluarga. Dari itu berlaku sistem matrialchal dalam hubungan
keluarga, yaitu garis keturunan menurut darah ibu, yang itu menunjukan dan
berarti bahwa wanita mempunyai “kekuasaan” yanglebih dari pada laki-laki dalam
hubungan keluarga.
Laki-laki
disamping berburu, di gen atau dirumah juga membantu pekerjaan wanita dengan
ikut bercocok tanam, kecuali itu juga memelihara sementara binatang hasil
buruan sebagai usaha beternak. Pekerjaan laki-laki demikian itu menambah hasil
produksi keperluan pangan. Peranan dan hasilnya tampak mengimbangi peranan dan
pekerjaan hasil pekerjaan wanita. Bahkan kemudian menjadi lebih besar. Sejalan
denagn itu pengaruh peranan “kekuasaan” ekonomi dalam gen berangsur-angsur
beralih ketangan laki-laki dan menimbulakan pula perubahan dalam sistem
hubungan keluarga. Sistem matrialchal berubah menjadi sistem patrialchal, yaitu
garis keturunan menurut darah ayah.
Dengan perubahan itu
tercatat dua peristiwa penting dalam sejarah. Pertama, peranan dalam ekonomi
beserta perubahannya membawa dan menentukan peranan dalam hubuingan sosial atau
sistem sosial. Kedua, tidak selalu atau tidak selamanya peranan perempuan
dibawah peranan laki-laki. Tidak selalu atau tidak selamanya peranan dan
“kekuasaan” ekonomi rumah tangga ataupun masyarakat berada di tangan laki-laki
tapi pernah juga ditangan perempuan. Bahkan itu terjadi pada pertama kali
didalam permulaan sejarah perkembangan masyarakat, yaitu pada masyarakat gen
atau komune yang berlangsung sistem hubungan sosial keluaraga matrialchal.
Peralihan dan perubahan peranan ekonomi dari kaum perempuan ke kaum laki-laki
itu terjadi sesudah kaum laki-laki mengurangi dan akhirnya meninggalkan
pekerjaan berburu sebagai pekerjaan pokok, kemudian lebih banyak atau menjadi
sepenuhnya melakukan pekerjaan bercocok tanam dan beternak. Begitu, karena
hasil bercocok-tanam bisa menentu.
Sedangkan berburu tidak pasti hasilnya.
Gen berkembang.
Kebutuhannyapun berkembang dan bertambah. Untuk mencukupi kebutuhan itu
diperlukan pekerjaan yang intensif dan alat kerja yang produktif. Sejalan
dengan perkembangan itu, pekerjaan berternak dan membuat alat kerja atau
perlengka[pan kerja yang semula dilakukan sebagai pekerjaan sambilan, berkembang
menjadi pekerjaan khusus atau pekerjaan tersendiri. Karena itu lalu timbul
kelompok-kelompok kerja khusus, kelompok
kerja khusus beternak, kelompok kerja khusus bercocok tanam, kelompok kerja
khusus pekerjaan tangan yang merupakan kelompok-kelompok kerja khusus dalam
gen. Kelompok-kelompok kerja khusus itu terus berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakatnya dan kebutuhannya yang dalam proses selanjutnya
membuat kelompok-kelompok kerja khusus dalam gen itu
menjadi berkembang sebagai gen tersendiri. Kelompok kerja khusus
berternak menjadi gen perternakan, kelompok kerja khusus bercocok tanam menjadi
gen pertanian, kelompok kerja khusus kerajinan tangan menjadi gen kerajinan
tangan.
Timbulnya gen-gen baru yang
berbeda-beda pekerjaan khususnya atau pekerjaan pokoknya itu menimbulkan pula
penghasilan yang berbeda-beda dari gen-gen tersebut. Gen peternakan mempunyai
penghasilan ternak yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya tetapi hasil pangan
dan alat kerja kurang dan tidak mencukupi kebutuhannya. Sebaliknya gen
pertanian mempunyai penghasilan pangan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, tetapi hasil ternak dan
alat kerja kurang dan tidak mencukupi kebutuhannya. Begitu pula, gen kerajinan tangan bisa
membuat alat kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi hasil ternak
dan pangan kurang dan tidak mencukupi kebutuhannya. Keadaan demikian mendorong
gen-gen itu untuk mengadakan saling tukar penghasilannya. Penghasilannya yang
cukup dan lebih dipertukarkan dengan penghasilan gen lain yang diperlukan untuk
menutup kekurangan kebutuhannya. Maka
terjadi dan berlangsung tukar-menukar penghasilan diantara gen-gen itu.
Pertukaran itu berlangsung
dengan sistem barter, barang tukar barang atau bahan tukar bahan. Dasar
pertukarannya lebih memberat pada kebutuhannya. Belum sampai pada dasar perhitungan nilai rata-rata yang pas dari yang dipertuakarkan. Tukar
menukar dilakukan mulanya secara langsung oleh orang-orang yang berkepentingan.
Kemudian juga lewat ketua gen, dan akhirnya lewat ketua gen, dan akhirnya lewat
ketua gen menjadi kebiasaan karena praktis dan sederhana daripada masing-masing
anggota gen melakukan sendiri-sendiripertukaran itu. Dengan begitu
pertukaran dilakukan bersama-sama dan
dipusatkan lewat ketua gen. Ketua gen mengurus dan mengatur pertukaran itu
untuk keperluan gen, yang berarti untuk kepentingan bersama warga gen.
Kebutuhan gen terus
bertambah sesuai dengan perkembangannya. Hal ini mendorong warga gen bekerja
lebih intensif meningkatkan produksinya
untuk mencukupi kebutuhan. Disamping itu juaga mendorong mereka untuk
memperbaiki alat kerjanya supaya hasilnya lebih produktif. Dari
perbaikan-perbaikan alat kerja lalu menimbulkan perubahan maju alat kerja. Alat
kerja batu tumpul menjadi alat kerja batu runcing dan tajam. Dengan begitu
periode palaelithicum yaitu periode alat kerja batu tumpul, memasuki periode
neolithicum yaitu periode alat kerja batu runcing dan tajam. Kemudian periode
neolithicum itu memasuki periode logam yaitu periode alat kerja terbuat dari
logam. Ini terjadi sesudah ditemukannya bahan logam.
Ditemukannya bahan logam
merupakan peristiwa penting dalam sejarah. Juga merupakan faktor penting bagi
perkembangan ekonomi, yang selanjutnya mendorong perkembangan masyarakat.
Alat-alat kerja mulai dibuat dari logam. Daya guna dan hasilnya lebih
produktif. Dengan alat kerja demikian, orang bisa bekerja menghasilkan lebih
dari kebutuhannya sendiri. Timbulnya hasil lebih itu memberikan kesempatan dan menimbulkan pikiran orang
menyimpan hasil lebih tersebut sebagai persediaan untuk memenuhi kebutuhannya
pada waktu-waktu yang akan datang. Ini merupakan gejala pertama dalam proses
perkembangan orang menimbun kekayaan dari hasil lebih. Diawali dari menyimpan
hasil lebih untuk persediaan, lalu berkembang menimbun hasil lebih untuk
kekayaan.Adanya hasil lebih baik tidak hanya memungkinkan orang : menimbun
kekayaan,tetapi juga memungkinkan orang lain mengambil atau merampas hasil
lebih dari itu. Kemungkinan ini mudah mendorong......orang yang kuat timbul
pikiran dan tindakan untuk melakukan perampasan lebih.
Demikian,ketua gen sebagai
orang yang merasa kuat,juga lalu timbul pikiran dan tindakan untuk mengambil
atau merampas sebagian hasil lebih dari warga gen. Dimulai dari mula-mula
mengambil bagian bagian dari hasil pertukaran yang dilakukannya dengan memungut
sebagian dari hasil barang yang dipertukarkan itu. Pemungutan itu dianggap
wajar oleh para warga gen yang menukarkan barang-barangnya karena ketugen yang melakukan pertukaran.
Jadi,dianggap sebagai imbalan dari jerih payah ketua gen. Disamping itu juga
dianggap wajar bila ketua gen minta bantuan tenaga warga gen untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaaan pribadi ketua gen,karena ketua gen juga bekerja untuk
kepentingasn gen dan warga gen.Hal ini berlangsung hingga menjadi kebiasaan.
Kemudian ternyata tidak hanya sampai disitu. Sikap dan tindakan ketua gen
berkembang menjadi negatif. Pungutan sebagian barang-barang pertukaran menjadi
ketentuan sebagai semacam pajak dan tidak lagi sebagai imbalan bantuan. Sedang
mengerjakan pekerjaan untuk kepentingan ketua gen menjadi sebagai kewajiban
warga gen dan bukan lagi sebagai bantuan timbal-balik. Dengan begitu ketua gen
mulai menyalahgunakan fungsi dan tugas kewajibannya sebagai ketua gen. Ketua
gen menjadi bersikap dan bertindak sebagai penguasa yang menjalankan kekuasaan.
Perkembangan ekonomi dan sosial demikian itu merupakan perkembangan yang
negatif bagi kehidupan bersama dalam masyarakat komune primitif. Perkembangan
negatif itu terus berjalan sesuai dengan perkembangan tenaga produktif yang
menuntut penyesuaian hubungan produksi sebagai hukum umum perkembangan
masyarakat. Itu terjadi sesudah terjadinya rervolusi alat kerja dari terbuat
batu menjadi terbuat dari logam, yang hal itu memungkinkan orang bekerja lebih
produktif dan bisa memproduksi hasil lebih dari kebutuhannnya sendiri.
Revolusi atau perubahan
revolusioner alat kerja dari batu menjadi logam itu merupakan perubahan juga
pada watak dan sifat alat kerja, yang selanjutnya,mempengaruhi dan membawa
perubahan pada watak dan sifat tenaga kerjanya yaitu orang yang mempergunakan
Alat kerja itu. Perubahan watak dan sifat tenaga kerja serta tenaga kerjanya
itu berarti perubahan watak dan sifat tenaga produktif, yang selanjutnya
menuntut penyesuaian dari hubungan produksi yang lama untuk juga berubah. Alat
kerja dari batu sesuai dengan keadaanya,mendorong tenaga kerjanya untuk
bersama-sama supaya bisa memproduksi hasil yang cukup bagi kebutuhan hidupnya.
Sebab bekerja sendirian dengan alat
kerja batu seperti itu akan sulit untuk bisa memproduksi hasil yang cukup bagi
kebutuhan hidupnya. Maka itu berlangsung bekerja sama dan hidup bersama yang
membentuk watak dan sifat kolektif dalam kehidupan komune bagi tenaga kerja dan
keluarganya.
Sesudah timbul alat kerja
dari logam, tenaga kerjanya merasa bahwa bekerja sendirian dengan alat kerja
logam seperti itu sudah bisa memproduksi hasil yang cukup untuk kebutuhan
hidupnya. Bahkan bisa mempunyai hasil lebih dari kebutuhannya sendiri. Dari itu
lalu timbul benih-benih watak dan sifat pada tenaga kerja yang mersa bisa hidup
sendiri, yang dalam perkembangannya membentuk watak dan sifat individu pada
tenaga kerja itu. Proses selanjutnya lalu terjadi dan berlangsung
kegiatan-kegiatan individual ekonomi dan sosial, antara lain berbentuk penyimpanan
hasil lebih untuk persediaan, penimbunan hasil lebih untuk dan sebagai
kekayaan, penimbunan kekayaan dari hasil memungut atau mengambil hasil lebih orang lain yang
lemah, penyalahgunaan fungsi dan tugas ketua gen untuk kepentingan pribadinya,
pengerjaan tenaga orang lain sebagai pembantu atau pengerjaan tenaga
orang-orang taklukan oleh ketua gen dan lain-lain. Sebagai budak, kerjasama
mengendor dan mencair menjadi kerja sendiri sendiri dan sebagainya.Perkembangan
dan kegiatan-kegiatan seperti itu bersifat kontradiksi dengan hubungan produksi
kerjasama untuk kepentingan hidup bersama kolektif dalam masyarakat komunal
primitif. Itu berarti bahwa hubungan produksi komunal primitif sudah tidak
sesuai dengan perkembangan tenaga produktif.
Perkembangan tenaga
produktif terus berjalan kontradiktif dengan hubungan produksi lama yang
komunal primitif. Perkembangan itu tidak tercegah hingga hubungan produksi
komunal primitif menjadi goyah. Perkembangan tenaga produktif terus melengkapi
syarat-syaratnya dan menjadi matang untuk merombak hubungan produksi komunal
primitif serta menggantinya dengan hubungan produksi baru sesuai dengan
perkembangannya. Hubungan produksi komunal primitif sudah menjadi sempit bagi
perkembangan tenaga produktif. Kontradiksi antara hubungan produksi komunal
primitif dengan perkembangan tenaga produktif yang menimbulkan satu revolusi
tidak bisa dihindari. Hubungan produksi komunal primitif hancur diganti dengan
hubungan produksi baru yang sesuai dengan perkembangan tenaga produktif yaitu hubungan
produksi pemilikan budak. Maka
berlangsunglah hubungan produksi pemilikan budak sesuai dengan hukum
umum perkembangan masyarakat yaitu keharusan sesuainya hubungan produksi dengan
perkembangan tenaga produktif. Dengan begitu masyarakatpun berubah mengalami
perkembangan. Masyarakat komunal primitif berkembang dan berubah dengan
terbentuk dan berlangsungnya masyarakat pemilikan budak.
Hubungan produksi pemilikan
budak merupakan hubungan produksi baru sebagai wadah yang menampung dan
memberikan ruang gerak bagi perkembangan tenaga produktif lebih lanjut yang
berwatak dan bersifat individual serta membutuhkan dan memerlukan kelonggaran
kegiatan-kegiatan individual yang tidak lagi terbelenggu oleh hubungan produksi
kerjasama kolektif seperti dalam hubungan produksi komunal primitif. Dengan
hubungan produksi dan masyarakat pemilikan budak terbentuk dan berlangsung
menggantikan hubungan produksi dan masyarakat komunal primitif.
III.
MASYARAKAT PEMILIKAN BUDAK
H
|
ancurnya hubungan produksi dan masyarakat
komunal primitif diganti dengan terbentuknya
hubungan produksi dan masyarakat pemilikan budak yang didalamnya
ketua-ketua gen menjadi tuan-tuan budak, orang-orang taklukan dan orang-orang
lemah menjadi budak. Sedang keluarga tuan budal dan lain-lain sebagai
orang-orang merdeka. Tuan-tuan budak melengkapi dirinya dengan mengangkat
tukang-tukang pukul untuk menghadapi perlawanan budak-budaknya, dan mengangkat
mandor-mandor untuk mengawasi kerja budak-budaknya itu. Tukang pukul dan mandor
itu pada hakekatnya sama.
Hukum ekonomi pokok komunal
primitif ialah pemilikan bersama atas alat produksi dan kerja bersama untuk
kepentingan bersama, hasil kerja untuk keperluan bersama atas pembagian menurut
kebutuhan. Sedang ekonomi pokok pemilikan budak ialah pemilikan budak oleh tuan
budak dan kerja budak untuk kepentingan tuan budak. Budak milik sepenuhnya tuan
budak. Tidak hanya tenaga kerjanya, tetapi juga manusianya itu sendiri menjadi
milik tuan budak. Karena itu budak tidak hanya boleh dijual, tetapi juga boleh dibunuh oleh tuan
budak.
Budak adalah alat kerja yang
bernyawa milik tuan budak. Budak hanya menerima sekedar ransum catu atas
tanggungan tuan budakuntuk tidak mati dan supaya bisa terus bekerja untuk tuan
budak. Budak sama sekali tidak mempunyai kemerdekaan hidup. Hidupnya sepenuhnya
menjadi milik dan dikuasai oleh tuan budak untuk kepentingan tuan budak. Budak
yang tidak ubahnya sebagai barang milik tuian budak merupakan kekayaan dan
sebagainya ukuran kekayaan tuan budak. Kekayaan tuan budak diukur dari banyak-sedikitnya
jumlah budak yang dimiliki serta kualitas atau keadaan budak-budaknya itu.
Budak laki-laki dan muda perkasa nilainya lebih tinggi dari pada budak
perempuan dan anak-anak. Budak yang sudak tidak berguana atau sudah kurang
dayagunanya, kurang produktif kerjanya dan sebagainya. Dijual atau dibunuh oleh
tuan budak supaya tidak menjadi beban yang memberatkan tanggungan tuan budak.
Budak sebagai alat kerja
boleh dipakai atau dibuang, dijual atau ditukarkan. Maka dipelihara baik-baik
kalau diperlukan atau dihancurkan sama sekali yaitu dibunuh kalau sudah tidak
diperlukan. Itu terserah sepenuhnya pada tuan budak. Tuan budak merampas dan
memiliki sepenuhnya hasil kerja budak-budaknya. Tuan budak sendiri lepas sama
sekali dari proses produksi atau sama sekali tidak melakukan kerja produksi.
Kerja budak sepenuhnya atas kehendak tuan budak. Tidak ada batas waktu jam
kerja. Mereka bekerja dibawah ancaman cambuk dan pukulan mandor dan tukang
pukul yang mengawasi pekerjaannya. Sedikit saja budak-budak itu dianggap
teledor, tidak cepat, tidak cekatan, malas dsb, mereka terus saja dicambuk dan
dipukul oleh mandor atau tukang pukul itu. Maka budak-budak yang tidak tahan
ada yang berusaha melarikan diri dan diantaranya juga ada yang berhasil.
Berhubung dengan itu banyak terjadi budak-budak bekerja dengan kakinya dalam
ikatan rantai atau dalam belenggu borgol diboboti besi supaya sulit untuk bisa
melarikan diri. Budak-budak banyak dipekerjakan di latifandium-latifandium atau
di perkebunan-perkebunan, dipembangunan-pembangunan dsb. Ekonomi dalam
masyarakat pemilikan budak mengalami perkembangan maju sejalan dengan
perkembangan tenaga kerja produktif. Juga kebudayaan, seni dan teknik mengalami
perkembangan yang pesat dan menonjol. Ini terjadi dan dimungkinkan karena sudah
lahir klas yang berkesempatan untuk memikirkan dan berkepentingan akan hasil
perkembangan kebudayaan, seni, dan teknik, yaitu klas tuan budak.
Tuan-tuan budak dan
raja-raja budak sebagai klas penindas dan penghisap sudah sama sekali lepas
dari proses produksi. Karena itu mereka mempunyai banyak waktu dan sangat
berkesempatan untuk memikirkan perkembangan kebudayaan, seni dan teknik. Mereka
sangat berkepentingan akan hal itu untuk bisa lebih meningkatkan eksploitasi
ekonomi dan menikmati hasil penghisapannya dalam kehidupannya. Perkembangan
maju teknik juga membawa maju perkembangan ekonomi. Hasil eksploitasi ekonomi
tuan-tuan budak dan raja-raja budak tambah meningkat. Pertukaran barang-barang
keperluan hidup yang mereka hasilkan menjadi ramai diantara mereka dan didalam
kehidupan masyarakat.
Pertukaran itu masih
bersifat langsung, barang tukar barang, sesuai dengan sifat ekonominya yang
masih alamaiah, yaitu sifat ekonomi yang memproduksi barang untuk keperluan
sendiri. Pertukaran secara langsung demikian itu makin lama makin terasa tidak
praktis. Terasa tidak praktis itu sejak zaman komunal primitif ketika sudah
timbul pembagian kerja kemasyarakatan yang melahirkan gen-gen peternakan,
pertanian, kerajinan tangan dsb, yang hidup saling terpisah dan menimbulkan
cara tukar menukar barangkeperluan hidup diantara gen-gen itu. Ketidak
praktisan itu terasa karena barang yang akan dipertukarkan barang lain harus
dibawa kesana kemari. Lebih-lebih terasa ketika pada zaman pemilikan budak
pertukaran itu makin ramai dan luas serta barang-barang pertukaran banyak macam
dan jenisnya. Maka ketika zaman komunal primitif sudah timbul embriop bagi
adanya bentuk uang sebagai alat tukar untuk mengatasi ketidakpraktisan dalam
cara pertukaran zaman itu. Bentuk “uang” sebagai alat tukar pada zaman komunal
primitif itu bermacam-macam yang masih juga berwujud barang. Tetapi walau
begitu, barang yang berfungsi sebagai “uang” sebagai alat tukar itu tentu
mempunyai sifat umum yang dibutuhkan dan diperlukan oleh semua orang. Disamping
itu juga mempunyai ukuran nilai yang seimbang dengan barang yang dipertukarkan.
Barang semacam itu pada zaman komunal primitif anatara lain ialah kulit
binatang, kulit, kerang dll. Barang-barang itu pada zaman komunal primitif
dibutuhkan dan diperlukan oleh semua orang dan mempunyai nilai yang berharga
karena kulit binatang merupakan bahan pakaian yang hangat, kulit kerang
merupakan perhiasan, kebangggaan dsb. Kecuali itu barang-barang itu tidak tahan
lama. Artinya tidak lekas rusak dan ringan atau ringkas membawanya, yang itu
juga diperlukan sebagai barang yang menjadi alat tukar. Barang-barang itulah
antara lainyang menjadi dan sebagai bentuk “uang” pada zaman komunal primitif.
Dengan timbulnya barang yang
berfungsi sebagai “uang” sebagai alat tukar, maka berarti bahwa pertukaran
sudah mengambil bentuk dan bersifat tidak langsung, yaitu bukan barang tukar
barang tetapi barang tukar “uang”. Kemudian , “uang” tukar barang. Jadi barang
tukar barang. Jadi barang tukar barang melalui tukar “uang” lebih dulu. Barang
“uang” sebagai alat tukar dan pertukaran secara tidak langsung itu makin luas
dan mengambil bentuk yang makin sempurna pada zaman pemilikan budak yang pada
saat itu pertukaran sudah menjadi ramai dan sejalan dengan perkembangan maju
kebudayaan, seni dan teknik, barang-barang yang dipertukarkan makin banyak
jumlahnya dan bermacam-macam jenisnya.
Kebutuhan masyarakat terus
bertambah dan berkembang. Berhubung dengan itu pertukaran juga berkembang dan
meluas, yang membuat tuan-tuan budak tertarik dan berkepentingan pula untuk
bisa melayani dan mengimbangi dengan menghasilkan barang-barang lebih banyak.
Ini berarti bahwa bahwa tuan-tuan budak juga memerlukan kerja yang lebih keras
dari budak budaknya. Maka lalu terjadi pemerasan yang lebih hebat terhadap budak-budak
oleh tuan-tuan budak. Tuan-tuan budak
memeras budak-budaknya lebih hebat lebih hebat untuk kepentingannya sendiri.
Budak-budaknya dipaksa untuk kerja lebih keras lagi dari sebelumnya tanpa
mengingat batas kekuatan kerja budak-budaknya dengan tujuan untuk bisa
menghasilkan barang-barang lebih banyak lagi sesuai dengan kehendak tuan-tuan
budak. Budak-budak tidak bisa berbuat lain kecuali hanya harus menuruti
keinginan tuan-tuan budaknya dengan terpaksa bekerja lebih keras. Budak-budak
bekerja lebih kerasnya. Budak-budak bekerja begitu kerasnya sampai akhirnya
melampaui batas kekuatannya. Perlakuan tuan-tuan budak yang memaksa
budak-budaknya untuk kerja keras sampai demikian itu membuat budak-budak
akhirnya tidak bisa bertahan. Mereka disudutkan pada pilihan hidup atau mati
yang menyebabkan bangkitnya keberanian kaum budak dan menunjukan jalan untuk
berlawan. Timbulah disana-sini perlawanan budak terhadap tuan-tuan budak.
Perlawanan budak-budak itu menadapat pukulan yang setimpal dan kejam dari tuan
budak. Tuan-tuan budak melengkapi dan memperkuat dirinya dengan memperbanyak
tukang-tukang pukul sebagai alat kekuasaannya untuk menindas dan mematahkan
perlawanan budak-budaknya.
Walau begitu perlawanan
budak-budak bukan mereda dan padam, tetapi terus berjalan disana-sini tidak
terkendalikan. Bahkan akhirnya sampai menjadi dan terjadi
pemberontakan-pemberontakan budak yang sama-sama menentang dan menolak kerja
serta merusak dan menghancurkan alat-alat kerja. Sedang yang tidak sampai
berontak, kerjanya menjadi bermalas-malasan karena sudah kehabisan tenaga
sehingga tidak bisa mencapai target yang
ditentukan oleh tuan budak. Bahkan kerja budak menjadi merosost jauh dibawah
target yang akibatnya perkembangan ekonomi masyarakat pemilkian budak menjadi
terhalang dan rusak. Budak-budak sudah tidak sanggup dan sudah tidak bisa
dipaksa lagi untuk bekerja diluar batas kemampuannya menuruti keinginan
tuan-tuan budak dalam mengejar kekayaan. Mereka bahkan menuntut kebebasan dan
kemerdekaan dirinya untuk menjadi orang-orang merdeka.
Menghadapi keadaan dan
tuntutan budak-budaknya itu, tuan-tuan budak berusaha untuk mengatasinya dengan
melakukan penindasan yanglebih keras, kejam dan sewenang-wenang. Tetapi juga
tetap tidak berhasil dan sia-sia. Soalnya juga menjadi tetap dan tidak
terpecahkan. Perkembangan ekonomi masyarakat pemilikan budak terus memburuk dan
bertambah rusak. Keadaan ini menunjukkan bahwa hubungan produksi pemilikan
budak tidak sesuai lagi dengan perkembangan tenaga produktif. Itu berarti bahwa
hubungan produksi pemilikan budak sudah tidak bisa dipertahankan. Bingkainya
sudah sempit bagi gerak dan perkembangan tenaga produktif. Maka harus di
diganti dengan bentuk hubungan produksi baru yang sesuai dengan perkembangan
tenaga produktif.
Putusnya hubungan budak dari
tuan budak dan menjadinya budak-budak itu sebagai orang merdeka menimbulkan
hubungan baru dengan ikatan baruantara bekas budak dengan bekas tuan budak.
Budak merdeka bekerja diatas tanah bekas tuan budak dalam ikatan baru yaitu
budak merdeka sebagai penggarap tanah, sedang bekas tuan budak sebagai pemilik
tanah. Hubungan kerja baru dalam ikatan baru demikian itu merupakan embrio dari
hubungan produksi antara tani hamba sebagai penggarap tanah dengan tuan feodal
sebagai pemilik tanah. Dalam hubungan produksi feodal ini terikat pada kerja
tanah garapannya dan tunduk pada syarat-syaratnya yang ditentukan oleh tuan
feodal. Embrio hubungan produksi feodalisme dengan unsur-unsurnya terus
berkembang melengkapi syarat-syaratnya yang sesudah menjadi matang akhirnya
menghancurkan dan menggantikan hubungan produksi serta masyarakat pemilikan
budak. Maka terbentuk dan berlangsunglah hubungan produksi feodalisme yang
merupakan bingkai baru bagi ruang gerak yang longgar dan sesuai dengan
perkembangan tenaga produktif. Hubungan produksi dan masyrakat pemilikan budak
hancur diganti oleh hubungan produksi dan masyarakat feodal.
Hubungan produksi dan
masyarakat pemilikan budak merupakan hubungan produksi dan masyarakt penindasan
dan penghisapan yang paling kasar, kejam dan sewenang-wenang dalam sejarah
perkembangan masyarakat. Tetapi walau begitu, masyrakat pemilikan budak
merupakan awal dari berkembangnya kebudayaan, seni, “teknik”, dan politik.
Filsafat, ilmu, sastra, pembangunan, negara, dan sebagainya, Lahir dan mulai
berkembang pada zaman masyarakat pemilikan budak. Hal itu telah membawa
kemajuan dan perkembangan lebih lanjut bagi ilmu dan sosial. Masyarakat
pemilikan budak juga merupakan masyarakat pertama yang berklas dan bernegara.
Dalam masyarakat pemilikan budak lahir berbagai ilmu dan pandangan tentang
duniayang mendasari perkembangan ilmu-ilmu dan pandangan-pandangan tentang
dunia itu. Begitulah masyarakat pemilikan budak merupakan masyarakat yang
paling negatif, tetapi juga mempinyai peranan yang sangat positif bagi
kehidupan manusia dalam perkembangan masyarakat.
IV.
MASYARAKAT FEODAL
H
|
ubungan produksi feodal terbentuk dan
berlangsung sesuai dengan tuntutan perkembangan tenaga produktif sesuai bagi
kelonggaran geraknya. Sebagaiman budak yang merupakan tenaga kerja sebagai
unsur tenaga produktif telah mendapat kebebasan dan kemerdekaan sesuai dengan
tuntutannya. Budak yang kemudian menjadi tani hamba dalam hubungan produksi
feodal, pada hakekatnya juga budak. Tapi bukan lagi budak yang boleh dibunuh
dan dijual belikan seperti pada jaman pemilikan budak. Tani hamba bukan budak
yang diikat dengan rantai dikakinya pada waktu sedang bekerja seperti pada
jaman pemilikan budak. Tapi tani hamba adalah budak yang hidupnya diikat
erat-erat dengan tanah garapan milik tuan feodal. Tani hamba menjadi sangat
sulit untuk bisa melepaskan diri dari ikatan tanah garapannya. Mereka sangat takut dan tidak berani begitu saja
meninggalkan tanah garapannya. Yang mengikat hidupnya sangat erat. Bagi tani
hamba meninggalkan dan melepaskan diri dari ikatan tanah garapannya berarti
kehilangan sumber pangan atau suber hidup, yang itu berarti mati. Karena mereka
tidak punya tanah milik untuk digarap sebagai sumber pangan atau sumber
hidupnya. Berhubung dengan itu tani hamba terpaksa hanya tunduk dan menurut
saja ikut dijual belikan bersama tanah garapannya bila tanah garapannya itu
dijual belikan oleh tuan feodalnya. Mereka ikut berpindah tangan bersama tanah
garapannya dan menjadi tani hamba bersama tuan feodal yang baru bila tanah
garapannya itu dijual oleh tuan feodalnya kepada tuan feodal yang lain.
Kemudian sesudah berpindah tangan menjadi tani hamba pada tuan feodal yang
baru, merekapun harus tunduk dan menurut saja pada ketentuan-ketentuan dari
tuan feodalnya yang baru itu.
Dengan kedudukannya yang
demikian itu maka pada hakekatnya tani hamba adalah manusia setengah budak,
yaitu manusia yang sudah tidak boleh dibunuh, tetapi masih bisa di jual belikan
bersama tanah garapannya. Dengan begitu tani hamba adalah manusia yang belum
sepenuhnya bebas dan merdeka karena hidupnya masih terikat dan tergantung pada
tanah garapan milik tuan feodal serta tunduk pada ketentuan-ketentuan dibawah
penindasan dan penghisapan tuan feodal. Walau demikian itu kedudukan dan
keadaannya, tetapi tani hamba sebagai tenaga kerja dan unsur tenaga produktif
merasa masih lebih baik dari pada kedudukan dan keadaan budak dalam hubungan
produksi pemilikan budak. Memang tani hamba masih bekerja beratdan waktu
kerjanyapun panjang, tapi juga masih ringan dan ada kelonggaran bila dibanding
dengan kerja budak. Juga sekalipun penerimaan bagian hasil kerjanya sangat
sedikit dan sangat tidak imbang, tetapipun masih lumayan daripada catu yang diterima oleh budak.
Karena itu tani hamba masih menjadi gairah dan mempunyai semangat kerja yang
menyebabkan produksi dalam hubungan produksi feodal juga berkembang atas dasar
hukum ekonomi pokok feodalisme.
Hukum ekonomi pokok
feodalisme ialah pemilikan tanah oleh tuan feodal dan kerja tani hamba dalam
ikatan tanah garapan milik tuan feodal dibawah syarat ketentuan dan kepentingan
tuan feodal. Tanah-tanah dikuasai dan merupakan milik tuan feodal. Diatas tanah
itulah tani hamba bekerja, hidup diikat dengan tanah garapannya oleh tuan
feodal atas dasar ketentuan dan kepentingan tuan feodal. Tuan feodal kecuali
pemilik dan penguasa tanah, juga penguasa dan pengendali pemerinthan negara.
Dengan kekuasaannya itu tuan feodal menindas dan menghisap tani hamba serta
menjaga keselamatan pemilikannya atas tanah dan kelangsungan penguasannya aras
tanahnya itu sebagai sumber pokok dan utama bagi pangan, kekayaan, dan biaya
pemerintahan. Dengan begitu tani hamba tani hamba benar-benar sangat sulit bisa
hidup lepas dari ikatan penindasan dan penghisapan dalam hubungan produksi
feodalisme. Tani hamba mengalami berbagai macam bentuk penindasan dan
penghisapan feodalisme. Mereka bekerja menggarap
tanah dengan hasilnya sebagian sanagt besar untuk tuan feodal, dan hanya
sebagian sangat kecil untuk dirinya sendiri. Mereka bekerja di dua tempat atau
di dua bagian tanah, yaitu diatas tanah tuan feodal dan diatas tanah garapannya
sendiri. Untuk itu, waktu kerja mereka di bagi. Berapa hari dalam satu minggu
atau berapa minggu dalam satu bulan, dan sebagainya. Mereka bekerja penuh
diatas tanah tuan feodal. Kemudian sisa hari atau minggu sesudah bekerja diatas
tanah tuan feodalnya, mereka bekerja diatas tanah garapannya sendiri dengan
hasilnya semua untuk dirinya sendiri. Disamping itu tani hamba juga masih
dikenakan kwajiban-kwajiban lain seperti kerja rodi, membayar pajak natura atau
upeti, dan sebagainya. Kerja rodi ialah kerja tanpa dibayar untuk kepentingan
tuan feodal atau untuk kepentingan pemerintahan feodal seperti gugur gunung,
membuat jalan, membangun benteng, menjaga istana, ronda keamanan, membangun
candi, dan sebagainya.
Demikian ekonomi feodal
berlangsung dan berkembang atas dasar penindasan dan penghisapan oleh tuan
feodal terhadap tani hamba. Sifat ekonomi feodal masih alamiah. Tujuan
produksinya untuk keperluan sendiri, baik itu langsung untuk digunakan sendiri
, maupun untuk ditukarkan dengan barang lain. Kedua-duanya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan atau keperluan sendiri. Memproduksi sendiri semua bahan atau
barang yang diperlukannya, tidak
mungkin. Hal itu mendorong timbulnya pembagian kerja kemasyarkatan dan
pertukaran yang sudah mulai ada sejak zaman masyarakat komunal primitif.
Dalammasyarakat feodal hal itu makin berkembang sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakatnya.
Pertukaran yang terus
berkembang, tambah luas jangkauannya. Bahan atau barang yang diperlukan tambah
banyak macam dan jenisnya. Hal itu mendorong timbulnya perantara, yaitu orang
yang khusus melayani pertukaran sebagai penghuibung antara pemakai bahan atau
barang yang diperlukan oleh masing-masing. Mereka diperlukan dalam pertukaran
yang semakin ramai dan meluas. Dengan adanya perantara, pertukaran berlangsung
secara sederhana dan praktis. Tidak perlu semua orang yang berkepentingan mesti
langsung melakukannya. Dengan begitu mereka bisa mempunyai dan menggunakan
waktu lebih banyak untuk melakukan produksi. Karena itu kegiatan ekonomipun
bertambah.
Pertukaran sudah mulai
praktis sejak ditemukannya barang khusus sebagai alat tukar yang dalam
perkembangannya dikenal sebagai “uang”. Denagn itu, orang tidak perlu membawa
kesana kemari semua barang yang akan ditukarkan. Selanjutnya pertukaran itu
menjadi lebih praktis dan sederhana dengan timbulnya perantara. Perantara tidak
hanya diperlukan, tetapi juga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan
ekonomi feodal dan ekonomi pasar atau ekonomi kapitalis. Mereka tambah
berkembang yang dalam proses selanjutnya mereka merupakan golongan tersendiri
yang lepas dari kerja produksi, dan karena itu meereka bukan produsen.
Perantara itu pada mulanya juga produsen, lalu merangkap sebagai perantara.
Kemudian sepenuhnya menjadi perantara dan melepaskan kerja produksinya sebagai
produsen. Mereka selanjutnya hidup dari hasil pertukaran bahan atau barang yang
dilakukannya. Mereka hidup dari hasil pertukaran itu dengan beberapa macam
jalan, yaitu menerima pembagian dari orang-orang yang bahan-bahan atau
barang-barangnya dipertukarkan, atau
mengambil sebagian bahan -bahan atau barang-barang yang dipertukarkan. Artinya,
bahan atau barang yang diambil untuk dipertukarkan, tara tukarnya direndahkan.
Tetapi sebaliknya, bahan atau barang yang dibawa untuk dipertukarkan, tara tukarnya
ditinggikan. Berbagai macam jalan dalam menempatkan penghasilan itu, lalu
membentuk, mengembangkan, dan mendorong timbulnya fikiran perantara, bagaimana
supaya gerak hidupnya tidak tentu terkendalikan.
Sifat ekonomi feodal masih
alamiah. Tujuan produksinya untuk keperluan diri sendiri, baik itu untuk
langsung untuk digunkan sendiri maupun untuk ditukarkan dengan barang lain.
Kedua-duanya ditunjukkan untuk memenuhi keperluan sendiri. Memproduksi sendiri
semua bahan atau barang yang diperlukannya, tidak mungkin. Hal ini mendorong
timbulnya pembagian kerja kemasyarakatan dan pertukaran yang sudah mulai ada
sejak zaman masyarakat komunal primitif. Dalam masyarakat feodal hal itu makin
berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya.
Pertukaran yang terus
berkembang, tambah luas menjangkaunya. Bahan atau barang yang diperlukan tambah
banyak macam dan jenisnya. Hal itu mendorong\ timbulnya perantara, yaitu orang
yang khusus melayani pertukaran sebagai penghubung antara pemakai bahanatau
barang yang diperlukan oleh masing-masing. Mereka diperlukan dalam perkembangan
pertukaran yang makin ramai dan meluas. Dengan adanya perantara, pertukaran
berlangsung secara sederhana dan peraktis. Tidak perlu semua orang yang
berkepentingan mesti langsung melakukannya. Dengan begitu mereka bisa mempunyai
dan bisa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk melakukan produksi. Karena
itu kegiatan ekonomi pun bertambah.
Pertukaran sudah mulai
praktis sejak diadakannya barang khusus sebagai alat tukar yang dalam perkembangannya
menjadi sebagai “uang”. Dengan itu, orang tidak perlu mesti membawa
kesana-kemari semua barang yang akan ditukarkan. Selanjutnya pertukaran itu
menjadi praktis dan sederhana dengan timbulnya perantara. Perantara tidak hanya
diperlukan, tetapi juga mempunyai perantara yang penting dalam kegiatan ekonomi
feodal dan ekonomi pasar atau ekonomi kapitalis. Mereka tambah berkembang yang
dalam proses\selanjutnya mereka merupakan golongan tersendiri yang lepas dari
kerja produksi dan karena itu mereka bukan produsen. Perantara itu pada mulanya
juga produsen, lalu merngkap sebagai perantara. Kemudian sepenuhnya menjadi
perantara dan melepaskan kerja produksinya sebagai produsen. Mereka selanjutnya
hidup dari hasil pertukaran bahan atau barang yang dilakukannya. Mereka hidup
dari hasil pertukaran itu dengan beberapa macam jalan, yaitu menerima pembagian
dari orng-orang yang bahan-bahan atau barang-barangnya dipertukarkan, atau
mengambil sebagian bahan-bahan atau barang-barang yang dipertukarkan. Atau merendahakan
dan meninggikan cara tukar bahan atau barang-barang yang dipertukarkan.
Artinya, bahan atau barang yang diambil untuk dipertukarkan, cara tukarnya
direndahkan. Tetapi sebaliknya, bahan atau barang yang dibawa untuk
dipertukarkan, cara tukarnya ditinggikan.
Berbagai macam jalan dalam
mendapatkan penghasilan itu, lalu membentuk, mengembangkan, dan mendorong
timbulnya fikiran pada perantara, bagaimana supaya gerak hidupnya tidak tentu
terkendalikan oleh produsen. Tetapi justru sebaliknya, bagaimana mereka bisa
mengendalikan gerak hidup produsen, yaitu orang-orang yang berkepentingan dalam
pertukaran barang-barang atau bahan-bahan. Demikianlah perantara merupakan
embrio dari timbulnya tengkulak atau saudagar dalam proses perkembangan
kegiatan ekonomi feodal, atau timbulnya pedagang dalam ekonomi pasar atau
kapitalis.
Perantara, tengkulak,
saudagar dan pedagang, merupakan golongan golongan tersendiri dalam proses
kegiatan ekonomi feodal dan ekonomi kapitalis, karena posisi atau peranannya
yang diperlukan, penting, dan tidak terelakkan dalam roda pertukaran itu.
Mereka merupakan komunikator antara produsen dan konsumen sebagaiman
“jari-jari” yang meghubungkan “as” dengan “hiel” dalam roda perekonomian feodal
dan kapitalis, yaitu produsen sebagai “as” dan konsumen sebagi”hiel”. Dalam
posisinya yang demikian itu mereka berkeinginan dan berusaha untuk menguasai
dan mengendalikan sirkulasi bahan atau barang dalam pertukaran atau dalam
masyarakat. Untuk itu mereka berusaha bisa menguasai produsen dalam hal produksi
dan menentukan konsumen dalam hal cara tukar cara tukar atau harga bahan atau
barang yang dipertukarkan atau dipasarkan. Perantara mendapatkan keuntungan dari hasil pertukaran. Makin ramai
pertukaran dan makin banyak bahan atau barang yang mereka pertukarkan, makin
banyak pula keuntungan yang didapat. Ini menimbulkan kekayaan bagi perantara.
Perantara melihat
perkembangan pertukaran yang menguntungkannya, sama berusaha untuk menguasai
produksi dari produsen supaya tidak sampai terputus dalam memenuhi permintaan
masyarakat. Dengan begitu berarti, supaya tidak terputus dalam mendapatkan
keuntungan. Untuk itu mereka berusaha bisa mendapatkan jaminan dari produsen
supaya produksinya tidak diserahkan kepada perantara lainnya. Agar hal itu
benar-benar terjamin, mereka sama melakukan ikatan terhadap produsen, terutama
yang lemah kehidupan ekonominya. Ikatan-ikatan itu dilakukan dengan memberikan
bahan-bahan material dsb atau dengan pesanan-pesanan dsb kepada produsen. Maka
terjadi suatu proses timbulnya tengkulak dan saudagar atau pedagang. Produsen
dengan adanya ikatan dan pesanan produksi dari perantara menjadi menambah
produksinya lebih dari yang diperlukan sendiri. Mereka mulai memproduksi tidak
hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga untuk keperluan konsumen atau
untuk keperluan pasar. Ini merupakan embryo dari perekonomian kapitalis.
Ekonomi kapitalis yaitu
produksi dilakukan tidak untuk memenuhi keperluan sendiri, tetapi untuk
keperluan pasar. Proses perkembangan demikian menimbulkan kegiatan produksi
kecil-kecilan rumah tangga dan mengembangkan perusahaan rumah tangga atau home
-industri. Produksi kecil-kecilan rumah tangga tidak hanya dilakukan oleh
produsen yang khusus melakukan hal itu sebagai sumber hidupnya yang pokok atau
sebagai perusahaan rumah tangga, tetapi juga dilakukan oleh kaum tani hamba
sebagai kerja sambilan untuk menutup
kekurangan biaya hidupnya. Produksi perusahaan rumah tangga makin berkembang
dengan adanya perbaikan-perbaikan alat kerja dan timbulnya alat-alat kerja baru
atau yang diperbaharui. Produsen menjadi ahli dalam pekerjaannya atau dalam
kerja produksinya. Ini menambah hasil produksi, yang itu bera rti mengembangkan
produksi.
Perkembangan-perkembangan
itu menarik tuan-tuan atau raja-raja feodal untuk juga bisa mendapatkan
keuntungan. Untuk mencapai itu, tuan-tuan atau raja-raja feodal berusahan
menambah produksi dengan beban kerja pada tani hamba. Upeti dari tani hamba
ditambah atau beban kerjanya ditambah. Ini berarti tamabah penghisapan terhadap
tani hamba. Disamping itu, pajak tanah juga ditambah. Pungutan atau pajak hasil produksi diadakan.
Lalu diadakan pula pungutan atau pajak ditukarkan. Penggunaan atau pemakaian tanah untuk tempat pertukaran
sebagai pasar dan sebagainya. Juga dikenakan pungutan sebagi sewa yang berarti
pajak. Hal itu menambah beban kaum produsen dan kaum perantara atau kaum
pedagang.
Tindakan raja feodal itu
menimbulkan ketidakpuasan dan tentangan-tentangan dari kaum produsen dan
perantara atau pedagang. Selanjutnya mendorong mereka untuk bersatu dalam satu
wadah sesuai dengan lapangan kegiatannya dan kepentingannya masing-masing. Maka
timbullah perkumpulan-perkumpulan mereka untuk melindungi diri dari
tindakan-tindakan raja feodal yang memeberatkan dan untuk mencapai kepentingan
bersama. Perkumpulan-perkumpulan itu disebut gilde. Kaum produsen sebagai
tukang, bersatu dalam satu perkumpulan tukang yang disebut gilde tukang. Sedang
kaum perantara atau kaum pedagang, bersatu dalam satu perkumpulan tersendiri
yang disebut gilde dagang. Demikian proses lahirnya gilde-gilde tukang dan
gilde dagang.
Gilde dalam perkembangannya
tidak hanya digunakan keluar untuk melindungi dan mencapai kepentingan bersama,
tetapi juga digunakan kedalam untuk mengatur kegiatan atau mengorganisasi kerja
dan produksi bersama. Maka gilde tukang sebagai perkumpulan dari produsen atau
tukang kerajinan tangan, terdiri dari berbagai macam gilde tukang sesuai dengan
jenis produksi atau kerajinan tangan yang dikerjakan. Gilde dalam melakukan
kegiatannya dipimpin oleh kepala gilde. Kepala gilde ini mengatur kerjasama
tukang-tukang anggotanya dalam produksi barang-barang. Juga mengatur
penjualan-penjualan barang-barang hasil produksi tukang-tukang anggotanya.
Kecuali itu juga mengatur pembelian bahan-bahan yang diperlukan dan dibutuhkan
oleh tukang-tukang anggotanya bagi produksi.
Gilde pada zamannya
merupakan organisasi yang penting bagi anggotanya untuk melindungi
kehidupannya. Itu tampak sekali pada gilde tukang yang melakukan peranan
melindungi hasil kerja dan keahlian tukang anggotanya dari persaingan yang
mulai terjadi dalam perkembangan ekonomi pasar. Untuk melindungi hasil produksi
dan keahlian tukang anggota-anggotanya, gilde mengadakan penilaian dan
perbedaan antara barang-barang buatan-buatan tukang anggota gilde dengan yang bukan,
serta mengadakan pembatasan-pembatasan mengenai mereka yang disebut tukang.
Gilde menentukan bahwa seseorang bisa disebut tukang, hanya sesudah atau harus
mendapat pengesahan dari gilde tukang. Itu merupakan pukulan bagi barang-barang yang bukan produksi tukang
anggota gilde yang umumnya barang-barang itu di produksi oleh tani hamba secara
sambilan atau di produksi oleh mereka yang baru dalam pekerjaan kerajinan
tangan dan sebagainya. Gilde tukang nampak berwibawa dalam masyarakat yang
sedang mengalami perkembangan ekonomi pasar, dan berperanan dalam kehidupan
tukang anggotanya pada zaman itu.
Dalam proses perkembangan
ekonomi pasar, barang-barang bukan produksi tukang anggota gilde tidak bisa
dibendung dan tetap mengalir ke pasar,
tetapi benar-benar tidak mudah bersaing dan tetap dibawah nilai-nilai barang
produksi tukang anggota gilde. Ini mendorong kaum pekerja kerajinan tangan yang
belum sebagai tukang, berusaha mendapatkan “gelar” tukang dari gilde tukang. Sedang untuk mendapatkan
“gelar” itu, mereka dan siapa saja harus lebih dulu memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh gilde tukang dan melaksanakannya dengan baik. Syarat itu ialah
bahwa orang untuk bisa mendapatkan gelar tukang dari gilde tukang harus lebih
dulu menjadi magang tukang dalam gilde tukang. Pekerjaan magang tukang itu
ialah membantu pekerjaan tukang tanpa dibayar atau tanpa mendapatkan bagian
hasil produksi. Pekerjaannya sebagai magang tukang dianggap sebagai belajar
yang merupakan wajib dan keharusanyang harus dilalui dan dipenuhi. Sedang
pekerjaannya yang tidak dibayar dianggap sebagai atau merupakan imbalan dari
belajarnya. Tetapi pada hakekatnya itu
suatu unsur dan merupakan satu penghisapan atas pekerja pembantu oleh tukangnya
atau oleh gilde tukang. Selanjutnya menjadi anggota gilde tukang juga tidak
mudah. Orang untuk bisa diterima menjadi sebagai anggota gilde tukang harus
terlebih dahulu diakui dan mendapat pengakuan dari gilde tukang sebagai tukang.
Gilde tukang dalam
mengorganisasi kerjasama anggota-anggotanya, mula-mula hanya dalam bertuk
koordinasi. Masing-masing anggota membuat barang yang diperlukan dengan alat
kerjanya sendiri. Kapasitas dan kualitas produksi sesuai dengan kemamppuan dan
keadaan masing-masing. Hasilnya dipungut sendiri. Disamping itu juga dipungut sebagian
untuk keperluan gilde dan lain-lain. Dalam bentuk kerjasama yang demikian,
hasil dan kualitas produksi sesama
anggota gilde tentunya tidak sama. Hal itu menimbulkan perkembangan yang
berbeda bagi kedudukan dan penghidupan antara sesama anggota gilde. Anggota
yang alat kerjanya baik, kecakapannya cukup dan kemampuan kerjanya tinggi, bisa
mempunyai kedudukan yang kuata dan penghidupan yang baik. Sedang anggota yang
alat kerjanya kalah baik, kecakapannya kalah cukup dan kemampuan kerjanya kalah
tinggi, bisa berada pada kedudukan yang lemah dan penghidupannya sulit.
Tukang-tukang anggota gilde yang lemah kedudukannya dan sulit penghidupannya
sering terpaksa minta bantuan gilde atau dari kepala gilde untuk menutup
kebutuhan hidupnya dengan jalan pinjam dan sebagainya. Mereka yang sudakh
terlibat hutang, biasanya lalu menjadi terikat hidupnya pada gilde atau pada g
kepala gilde. Sangat sedikit yang bisa melepaskan diri dari ikatan itu. Pada
umumnya tetap terikat dan bahkan tidak sedikit yang akhirnya jatuh karena terpaksa menjual atau mengoperkan alat
kerjanya kepada gilde atau kepada kepala gilde untuk menutup hutangnya.
Selanjutnya sesudah kehilangan alat
kerjanya, sebagai tukang yang sudah tidak lagi memiliki alat kerjanya sendiri,
mereka cukup menjadi pekerja “upahan” pada gilde atau pada kepala gilde. Ini
merupakan embrio bagi timbulnya buruh dan majikan. Dalam proses
perkembangannya, tukang anggota gilde yang kehilangan alat kerjanya dan menjadi
pekerja “upahan” pada kepala gilde, lalu menjadi buruh. Sedang kepala gilde
menjadi majikan.
Sejalan dengan proses
perkembangan kehidupan intern gilde yang demikian itu, dan untuk
mengintensipkan serta menyatukan kwalitas produksi, timbullah perubahan sistem
kerjasama dalam gilde. Produksi barang tidak lagi dikerjakan oleh seseorang
dari awal samapi akhir jadinya, tetapi dikerjakan bersama atas dasar pembagian kerja khusus yang hanya mengerjakan
satu jenis atau satu tinggkat pekerjaan dari seluruh pekerjaan pembuatan satu
jenis barang. Membuat sepatu tidak seluruh
pekerjaan dikerjakan hanya oleh seseorang. Tetapi dibagi-bagi. Seorang hanya
khusus memotongi kulitnya. Seorang lagi hanya khusus menjahitnya. Seorang yang
lain lagi hanya khusus membuat setengah jadi. Begitu selanjutnya samapi orang
lain lagi mengakhiri pekerjaan jadi
sepetu. Membuat pakaian, seorang hanya khusus memoting. Seorang lagi
menjahit. Seorang lain lagi membuat lubang kancing dan memasang kancingnya.
Timbulnya pembagian kerja
seperti itu dalam gilde merupakan embrio
dari terbentunya manufaktur. Hasil produksi meningkat dari sebelumnya sistem
pembagian kerja. Sistem pembagian kerja itu berjalan pada keadaan alat-alat
kerja dalam gilde menjadi milik atau dikuasai oleh kepala gilde hingga kepala
gilde itu mempunyai hak dan bebas mengatur sepenuhnya semua pekerjaan dan
lain-lain. Dalam gilde. Derngan jatuhnya tukang-tukang anggota gilde menjadi
pekerja upahan pada kepala gilde karena sudah memiliki alat kerja, dan
berubahnya kepala gilde menjadi satu manufaktur dengan sistem pembagian kerja yang
sudah berjalan sebelumnya. Adanya dan berlangsungnya manufaktur itu merupakan
embrio bagi timbulnya pabrik dalam masyarakat kapitalis yang situ buruh
bekerja, dan majikan atau kapitalis berkuasa atas pabrik itu.
Pertukaran dan perdagangan
sebagai bagian dari kegiatan ekonomi pasar atau ekonomi kapitalis terus
berkembang dalam masyarakat feodal sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat. Dengan begitu, ekonomi feodal yang sifatnya alamiah berjalan
bersama dengan ekonomi pasar kapitalis. Perkembangan ekonomi pasar mempunyai
pengaruh pada fungsi alat tukar yang sudah berbentuk uang dalam pertukaran.
Uang yang semula hanya berfungsi sebagai
alat tukar semata-mata, menjadi bertambah fungsinya sebagai kapital dan
alat meyimpan serta menimbun kekayaan.
Pengaruh ekonomi pasar dan
pengaruh uang sebagai kapital serta alat menyimpan dan menumpuk kekayaan juga
samapi pada raja-raja feodal. Raja-raja feodal selalu sangat berkepentingan
menyimpan dan menumpuk kekayaan untuk membiayai hidup dan kehidupan pribadinya sekeluarga
besarnya , membiayan kekuasaan feodalnya dan alat-alat kekuasaan aristokratnya
feodal. Maka dengan ekonomi pasar, raja-raja feodal tidak hanya menambah
penghisapannya atas tani hamabanya, tetapi juga bermaksud menguasai dan
mengimbangi perkembangan pasar. Raja-raja feodal menumpuk kekayaan dan
mengembangkannya dalam proses perkembangan ekonomi pasar dengan membuatnya
sebagai kapital. Raja-raja feodal dalam menumpuk kekayaan dan membentuk kapital
dengan menempuh berbagai jala. Anatar lain dengan menambah beban penghisapan
atas tani hamba, produsen kerajinan tangan, saudagar, manufaktur dan sebaginya.
Dalam bentuk menaikan upeti, pajak, sewa tanah dan sebagainya. Kecuali itu
untuk mempercepat proses pembentukan atau penimbunan kapital, ada pula yang
melakukannya secara primitif yaitu dengan melakuan perampasan-perampasan secara
kekerasan atas tanah-tanah garapan tani hamba, atas hasil dari kerja paksa dan
sebagainya.
Penimbunan primitif kapital
sangat terkenal dilakuan oleh raja feodal Inggris dalam mempercepat proses
pembentukan kapital untuk perdagangan wol. Bentuk dan prakteknya sangat kasar.
Tindakannya kerjam dan sewenang-wenang. Tanah-tanah garapan kaum tani hamba
hamaba dirampas begitu saja untuk dijadikan padang penggembalan domba yang bulunya
merupakan penghasilan besar sebagai
bahan baku produksi wol. Perdagangan wol dengan Eropa, terutama dengan
Perancis, ketika itu sedang ramai-ramainya dan dalam perkembangannya. Kaum tani
hamba ysng dirampas tanah garapannya diusir begitu saja. Mereka tidak hanya
harus lepas dari tanah garapannya, ttepai juga terpaksa meninggalkan desanya
untuk mencari penghidupanm dikota. Dikota mereka juga sangat sukar menemukan
apa yang diharapkan dan banyak yang menjadi gelandangan. Dari proses itu,
timbul dan berlangsung suatu proletariat kaum tani hamba yang terus berkembang
menjadi barisan proletar sebagi cadangan atau calon buruh, yaitu oarang yang
hidupnya hanya dari menjual tenaga kerja. Mereka itu di Inggris menjadi mangsa
penghisapan kaum kapitalis pabrik sebagai
tenaga murah yang menjual tenaga kerjanya kepada pabrik-pabrik kapitalis.
Demikian juga di kota-kota Eropa dan lain-lain, proses itupun terjadi pada
waktu industri sedang dalam perkembangan, terutama industri wol.
Di Indonesia, penimbunan
primitif kapital dilakukan oleh VOC (verenigde Oost Indische Compagny =
Perhimpunan Dagang Hidia Timur) dari
kaum pedagang Belanda. VOC melakukan itu dengan praktek Kongi tochten, yaitu
perang lada atau rempah-remapah, perang untuk merampas hasil tanaman lada atau
rempah-rempah atau untuk menguasai tanaman-tanaman lada atau rempah-rempah dan
mengadakan kerja paksa atau kerja penindasan terhadap kaum tani lada atau
petani rempah-rempah. Perang itu dilakuan di Ambon, Sulawesi dan lain-lain.
Dengan melakuan pembunuhan secar besar-besaran, melakuan perampasan secara
sewenang-wenang atas milik petani alad atau petani rempah-rempah setempat,
mengadakan kerja paksa dan penindasa kejam terhadap mereka.
Proses proletarisasi dari
kaum tani hamba itu adalah proses proletarisasi yang kedua dalam masyarakat
feodal. Sedang proletarisasi yang pertama ialah dari kaum produsen atau
tukang-tukang kerajinan tangan perusahaan rumaha, atau tukang-tukang anggota
gilde yang sama kehilangan alat kerjanya dan menjadi sebagai tenaga “upahan” pada
gilde atau pada kepala gilde. Dengan timbulnya perdagangan dan lahirnya kaum
pedagang, timbulnya proses proletarisasi dan lahirnya kaum proletar, timbulnya
manufaktur-manufaktur dan lahirnya kaum manufaktur, berarti timbul dan lahirnya
klas-klas baru dalam masyarakat feodal, yaitu klas-klas borjuis dagang, borjuis
imdustri atau borjuis manufaktur, dan proletar. Klas-klas tersebut merupakan satu komponen syarat bagi
berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis dan lahirnya masyarakat kapitalis.
Dalam masyarakat feodal sudah berlangsung
faktor-faktor atau syarat-syarat kapitalisme dan sudah berlangsung kegiatan
ekonomi pasar yang berjalan disamping ekonomi feodal. Kegiatan pertukaran dan
kegiatan perdagangan sebagai suatu kegiatan ekonomi pasar terus berkembang
tidak hanya didalam batas wilayah
kerajaan lain. Perkembangan itu mendorong raja-raja feodal untuk juga tidak
melewatkan kesempatan mengambil keuntungan dari padanya. Untuk itu raja-raja
feodal saling menentukan pungutan upeti atau pajak bagi kegiatan pertukaran dan
perdagangan yang keluar dan yang masuk melewati batas wilayah kerajaannya
masing-masing. Hal itu menambah beban para perantara dan kaum pedagang.
Ketentuan-ketentuan dan tindakan-tindakan raja-raja feodal mengenai pungutan
upeti atas tani hamba, pungutan atas hasil kerajinan tangan dan pertukaran,
pajak perdagangan dan manufaktur, sewa tanah dan sewa pasar sampai pungutan
atau pajak lalulintas wilayah dan lain-lain, semua itu merupakan beban yang
begitu memberatkan bagi semua yang terkena. Kecuali itu, juaga merupakan
rintangan bagi perkembangan kehidupan ekonomi kals-klas baru. Maka lalu mulai timbul ketidak puasan dari kelas-kelas
baru itu dan juga dari kaum tani hamba, kaum produsen kerajinan tangan dan
lain-lain. Gejala atau keadaan itu menunjukan bahwa feodalisme sudah merupakan
bingkai yang sempit bagi perkembangan tenaga produktif. Itu berarti bahwa
hubungan produksi feodalisme sudah tidak sesuai dengan perkembangan tenaga
produkstif. Tetapi tuan-tuan dan raja-raja feodal masih tetap berusaha
mempertahankan kelangsungan kekuasaan ekonomi dan politiknya.
Ketidakpuasan klas-klas baru
dan tani hamba serta kaum produsen kerajinan tangan dan lain-lain. Akhirnya
meledak dan menimbulkan aksi-aksi serta
perlawanan-perlawan yang menentang ketentuan-ketentuan
dan tindakan-tindakan tuan-tuan dan raja-raja feodal memberatkan. Aksi-aksi dan
perlawanan-perlawanan klas-klas baru yang didukung oleh tani hamba dan kaum
produsen kerajinan tangan dan lain-lain, mengalami penindasan-penindasan dari
tuan-tuan dan raja-raja feodal. Tetapi aksi-aksi dan perlawanan-perlawana itu
terus berkembang tidak terbendung dan meyulitkan kehidupan feodalisme lebih
lanjut. Maka akhirnya hubungan produksi feodalisme tidak bisa bertahan, dan
hancurlah hubungan produksi feodalisme itu, di ganti dengan hubungan produksi
kapitalisme yang sesuai dengan perkembangan tenaga produktif.
Dalam proses dan perkembangan perjuangan kaum borjuasi lebih lanjut, timbul
pula gerakan penyatuan beberapa wilayah kerajaan feoda; menjadi satu wilayah
kesatuan ekonomi dan nasion. Maksud dan tujuan gerakan dan perjuangn itu adalah
untuk menghilangkan batas-batas wilayah kerajaan yang begitu banyak. Dengan begitu berarti
menghilangkan pajak-pajak perbatasan yang
menambah beban dan menghambat perkembangan ekonomi borjuis atau
kapitalisme. Gerakan dan perjuang nasionalisme borjuis itu terkenal di Itali
yang banyak berdiri tuan-tuan dan raja-raja feodal nasio kecil dengan
wilayah-wilayahnya yang terbagi-bagi. Dari gerakan dan perjuang Nasionalisme borjuis
itu timbul dan terbentuk satu kesatuan wilayah ekonomi dan satu kesatuan
wilayah nasional sebagai satu negara yang menyatukan banyak wilayah-wilayah
kecil yang terbagi-bagi, dan menyatukan banyak nasion-nasion kecil yang
terpecah-pecah . penyatuan-penyatuan itu memperkuat ekonomi borjuis atau
kapitalisme dan melancarkan proses perkembangan lebih lanjut.
Demikian, hubungan produksi
dan masyarakat feodal hancur diganti oleh hubungan produksi dan masyarakat
kapitalis sesuai dengan tuntutan perkembangan tenaga produktif.
V.
MASYARAKAT KAPITALIS
M
|
asyarakat kapitalis lahir dengan
berlangsungnya ekonomi kapitalis yang faktor-faktornya sudah terkandung didalam
masyarakat feodal. Faktor-faktor ekonomi kapitalis timbul dan berkembangan
didalam masyarakat feodal dimulai dari timbulnya perdagangan dan ekonomi pasar
yang berlangsung disamping ekonomi feodal. Ekonomi kapitalis telah
menghancurkan dan menggantikan ekonomi feodal. Tetapi keping-keping ekonomi
feodal masih bertahan dalam masyarakat kapitalis dalam bentuk sisa-sisa.
Sisa-siasa ekonomi feodal masing berlangsung didesa-desa dibawah peranan
ekonomi kapitalis yang merajai kota.
Di Indonesia, sisa-sisa
ekonomi feodal masih mempunyai serabut akar yang menyerap kesuburan tanah desa
dalam berbagai bentuk yang merupakan penghisapan terhadap kaum tani penggarap
tanah. Antara lain berbentuk sromo bagi calaon pengarap tanah, maro bagi penggarap tanah, mro-nem atau bahkan
mro-wolu, mro-rolas dan sebaginya bagi pemetik padi dan sebagainya. Sromo yaitu
pembayaran sejumlah uang dari “pelamar’ tanah garapan kepada tuan feodal atau
kepada tuan-tanah pemilik tanah sebagai syarat untuk bisa menggarap tanah milik
tuan feodal atau milik tuan tanah tersebut.
Maro yaitu jumlah atau
perbandingan pembagian hasil dari hasil produksi tanah garapan bagi penggarap
tanah dan bagi tuan feodal atau tuan tanah pemilik tanah. Maro berarti bahwa
jumlah perbandingan pembagian hasil itu dibagi dua atau 1 : 1, yaitu satu
bagian untuk tani yang menggarap tanah, dan satu bagian lagi untuk tuan feodal
atau tuan tanah yang memiliki tanah. Dalam hal maro tersebut, biaya produksi,
biaya penggarapan tanah sampai pembelian bibit dan pemeliharaan tanaman
dibebankan atau dipikul oleh tani yang menggarap tanah. Sedangkan tuan feodal
atau tuian tanah tidak keluar sepeserpun untuk biaya produksi itu. Mereka
tinggal menerima saja hasil pembagian dari hasil produksi tanah miliknya yang
diparokan atau yang digarap oleh tani penggarap itu.
Adapun “maro-nem”,
“maro-wolu” dan lain sebagainya, ialah jumlah perbandingan pembagian hasil
petik buah tanaman (panen) -- padi dan sebagainya.--, bagi yang memetik dan
bagi yang mempunyai hak milik atas buah tanaman atau padi, dan sebagainya.
“Mro-nem” berarti hasil petik dibagi enam dalam perbandingan 1 : 5, yaitu satu
bagian untuk yang memetik dan lima bagian untuk yang mempunyai hak milik atas
hasil tanaman itu. Demikian dalam “mro-wolu” berarti hasil petik dibagi delapan
dalam perbandingan 1:7, yaitu satu bagian untuk memetik dan tujuh bagian untuk
yang mempunyai hak milik atas hasil tanaman. Sedang “mro-rolas” berarti bahwa
hasil petik dibagi dua belas dalam perbandingan 1 :11 yaitu satu bagian untuk
yang memetik dan yang sebelas bagian untuk yang mempunyai hak milik atas hasil
tanaman. Jumlah perbandingan bagi hasil petik buah tanaman dari panen padi dan
sebagainya itu tidak tentu. Ada yang “mro-liman”, yaitu dalam perbanduingan
bagi hasil 1:4. Tetapi juga ada yang sampai “mro-nembelas”, yaitu dalam perbandingan
bagi hasil 1:15.
Sisa-sisa ekonomi feodal
demikian itu masih terus dan bisa berjalan didesa-desa dalam masyarakat
kapitalis karena sistem pemilikan feodal atas tanah-tanah didesa tidak
mengalami perombakan sampai pada dasarnya. Sedang perombakan itu sendiri tidak
menjadi urgen selama hal itu tidak merintangi atau tidak mengganggu jalan pembangunan dan perkembangan
industri dan seterusnya.
Hukum ekonomi pokok
kapitalis ialah pemilikan perorangan oleh kapitalis atas alat produksi dan
kerja klas buruh dibawah ikatan kepentingan kapitalis. Sifat ekonomi kapitalis
adalah ekonomi barang dagangan, yaitu memproduksi barang untuk kepentingan
pasar atau untuk dijual sebagai jalan untuk mendapatkan keuntungan. Karena itu,
masyarakat kapitalis adalah masyarakat barang dagangan. Artinya, dalam
masyarakat kapitalis, semua menjadi barang dagangan. Termasuk tenaga kerja
buruhpun menjadi sebagai barang dangan yang dijual belikan dipasar. Pasar adalah tempat penawaran dan permintaan
atau tempat jual beli barang dagangan.
Masyarakat kapitalis adalah
masyarakat penghisapan kaum kapitalis atas kerja kaum buruh atau masyrakat
kapital yang menghisap darah manusia dan masyarakat uang yang menimbun kekayaan
serta masyarakat barang dagangan yang mengejar keuntungan. Kapital, uang dan
barang dagangan itu bergerak dari nafas penghisapan atas kerja kaum buruh.
Ketiga-tiganya meruppakan tiga serangkai yang mempunyai peranan penting dalam
gerak masyarakat dan kehidupan kapitalis yang hidup dari nafas [penghisapan
atas kerja kaum buruh. Sebab kapitalis
dan kapitalisme tidak bisa hidup menghisap tanpa kapital dan tanpa peranan uang serta produksi
barang dagangan. Penghisapan kapitalis atas tenaga kerja dan hasil kerja kaum
buruh begitu halus, melalui jalan yang sangat berliku-liku dengan cara-cara
yang rumit, sangat terselubung dan penuh rahasia. Demikian itu penghisapan
kaitalis atas buruh menjadi sangat tidak kentara. Begitu tidak kentaranya
sampai bisa tidak dimengerti dan tidak terasa oleh kaum buruh bahwa
sesungguhnya mereka itu hidup bekerja didalam cengkeraman dan dibawah
penghisapan kapitalis.
Penghisapan kapitalis yang
demikian itu menampakkan diri dengan melantunkan sangat banyak gejala dalam
berbagai macam bentuk yang mengandung sangat banyak persoalan. Persoalannya begitu
banyak dan tidak sederhana hingga tidak mudah bisa dimengerti begitu saja, baik
oleh kaum buruh yang terhisap maupun oleh mereka yang menangkap gejalanya. Tapi
walau begitu dan bagaimanapun, rahasia persoalan penghisapan kapitalis bukan
suatu hal yang tidak bisa diungkap.
Satu-per-satu dan semua bisa diangkat ke permukaan serta bisa diketahui dan
dimengerti secara jelas masalah dan persoalannya.
1.
KAPITAL
Kapital ialah segala sesuatu
yang dipergunakan untuk mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri.
Dengan begitu kapital tidak ditinjau dan tidak ditentukan dari besar kecilnya
jumlah atau keadaan sesuatu. Kapital bisa besar dan bisa kecil. Sesuatu yang
besar belum tentu kapital. Sebaliknya yang kecil bisa disebut kapital. Itu
ditinjau atau bergantung dari penggunaannya. Sesuatu yang besar sekalipun, bila
tidak digunakan untuk mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri, bukan
kapital. Sebaliknya, sesuatu yang kecil sekalipun, bila digunakan untuk
mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri, disebut kapital.
Uang satu milyar rupiah yang
hanya digunakan untuk membeli barang-barang keperluan hidup dan untuk mencukupi
kebutuhan hidup, atau hanya disimpan sebagai kekayaan cadangan untuk membiayai
kebutuhan hidup selanjutnya, itu bukan kapital dan tidak bisa disebut kapital
karena uang itu tidak mendatangkan nilai
baru disamping nilainya sendiri. Uang tersebut tidak akan berkembang menjadi
tambah jumlah dan nilainya, tetapi akan menyusut dan akhirnya akan habis
tergunakan. Sebaliknya, uang seratus rupiah yang dipinjam-bungakan seperti
misalnya dipinjamkan dengan bunga lima persen atau lebih dan sebagainya, itu
disebut kapital karena uang itu mendatangkan
nialai baru disamping nialinya sendiri, yaitu mentangkan uang lima
rupiah disamping yang seratus rupiah sebagai nilainya sendiri. Jadi uang itu
berkembang menjadi tambah jumlah dan nilainya, yaitu dari nilai sendiri yang Rp
100,- ditambah nilai barunya yang Rp.5,- menjadi Rp. 105,-.
Dalam bentuk lain, misalnya
uanga Rp. 100,- itu digunakan untuk membeli barang. Lalu barang itu dijual lagi
dengan harga diatas harga belinya yang Rp. 100,-- menjadi Rp. 110,-- dan
sebaginya. Maka uang Rp. 100,-- itupun disebut kapital karena mendatangkan
nilai baru yaitu Rp. 10,-- disamping nilainya sendiri yang Rp. 100,--. Atau
dalam bentuk lain lagi, uang Rp. 100,-- itu digunakan untuk membeli bahan
mentah dan membayar tenaga kerja untuk menangani bahan mentah itu dalam satu
proses produksi membuat barang. Selanjutnya sesudah barang itu jadi, lalu di
jual dengan harga lebih dari nialinya sendiri yang Rp. 100,-- menjadi Rp.
120,-- dan sebaginya. Maka jelas bahwa uang Rp. 100,-- itu disebut kapital
karena mendatangkan nilai baru yaitu Rp. 20,-- disamping nilainya sendiri yang
Rp. 100,--
Dengan begitu kapital tidak
mesti berwujud uang. Bisa juaga berwujud barang karena barangpun bisa digunakan
untuk mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri. Seperti tanah, rumah,
meja-kursi, pakaian, perhiasan, type recorder, kaset dan sebaginya, yang
disewakan, yang hasil seluruh sewanya melebihi nilainya sendiri. Misalnya satu
stel kaset cerita wayang seharga Rp 8.00,-- disewakan sehari atau semalam
suntuk Rp. 500,-- Kekuatan pakai bisa disewakan samapi 30 kali hari atau malam
suntuk, yang berarti bisa mencapai seluruh sewanya Rp. 15.000,-- Dengan begitu
nilai baru yang didatangkan ialah Rp. 15.000,-- Rp. 8.000,-- = Rp. 7.000,--
disamping nilainya sendiri yang Rp. 8.000,--. maka kaset itu disebut kapital.
Atau misalnya satu stel meja-kursi seharga Rp. 20.000,-- disewakan sehari atau
semalam Rp. 100,-. Kekuatan pakai samapi satu tahun atau 365 kali hari atau
malam, yang berarti bisa mencapai seluruh sewanya 365 x Rp. 100,-- = Rp.
36.500,--. Dengan begitu mendatangkan nilai baru sebesar Rp. 36.500,-- - Rp.
20.000,-- = Rp 16.000,-- disamping nilainya sendiri Rp. 20.000,--. maka
meja-kursi itupun disebut kapital. Demikian selanjutnya mobil, sepeda motor,
becak, sepeda dan sebagainya yang disewakan, semua disebut kapital karena
mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri.
A. Bentuk Kapital
Dari apa yang diuraikan
diatas, jelas bahwa kapital mempunyai dua bentuk pokok, yaitu uang dan barang.
Kapital bentuk uang disebut kapital uang
atau kapital Finance. Sedang kapital bentuk barang disebut kapital barang. Dari
kedua bentuk kapital itu, kapital uang merupakan kapital yang paling lincah dan
praktis. Mudah dipertukarkan, mudah dipindahklan, mudah pemeliharaannya,
pengamanannya dan pengembangnya dan sebagainya. Karena itu kapital uang
peranannya lebih penting daripada kapital barang. Maka kapitalis uang atau
pengusaha kapital uang seperti tukang mindring atu tukang meminjamkan uang
kecil-kecilan sampai bankir atau pengusaha uanga kapital barang seperti tukang
menyewakan barang dan sebaginya.
B. Macam Kapital
Dari apa yang diuraikan
tersebut juga jelas bahwa ada tiga macam kapital, yaitu kapital riba, kapital
dagang, dan kapital usaha. Kapital riba ialah kapital yang dipinjam bungakan.
Kapital ini biasanya berbentuk uang yang dipinjam-bungakan secara kecil-kecilan
oleh tukang-tukang mindring melalui pinjam-meminjam, oleh tukang-tukang gadai
melalui gadai barang, gadai tanah, gadai tanaman, ijon dan sebagainya. Atau
dipinjam-bungakan sanpai secara besar-besaran oleh tuan-tuan bankir melalui
bank-bank dengan kreditnya. Karena itu kapital riba secara besar dan modern
disebut juga sebagai kapital bank. sesuai dengan itu, kapital barang yang
dipinjam-sewakan pada hakekatnya juga termasuk dalam katagori kapital riba.
Kapital barang ialah kapital
yang digunakan untuk perdagangan barang-barang atau yang digunakan untuk
jual-beli barang tanpa melalui proses produksi. Kapital usaha ialah kapital
yang digunakan untuk suatu produksi barang bagi kepentingan atau keperluan
pasar, atau kapital yang digunakan untuk jual-beli barang dengan exploitasi
tenaga melalui satu proses produksi. Kapital usaha ini bisa keci dan bergerak
dalam produksi kecil-kecilan kerajinan tangan oleh tukang-tukang kerajinan
tangan atau pekerja-pekerja tangan kecil-kecilan rumah tangga dan sebagainya.
atau juga bisa besar dan bergerak dalam produksi besar-besaran industri atau
perusahaan oleh kerja buruh atas usaha kaum industrialis atau pengusaha. Karena
itu, kapital usaha secara besar dan modern disebut juga sebagai kapital
industri atau kapital perusahaan.
C. Peranan Kapital
Kapital mempunyai peranan
yang sangat penting dan menentukan dalam sistem kapitalisme dan dalam kehidupan masyarakat kapitalisme.
Sebab tanpa kapital, kapitalisme tidak akan berjalan dan kehidupan masyarakat
kapitalis juga tidak akan berlangsung. Tanpa kapital, seseorang tidak akan bisa
mulai menjadi seorang kapitalis, baik sebagai kapitalis bank, maupun sebagai
kapitalis dagang, ataupun sebagai kapitalis industri.
Untuk menjadi seorang
kapitalis, baik kapitalis bank, maupun kapitalis dagang, ataupun kapitalis
industri, orang harus lebih dahulu
mempunyai kapital. Sebagaimana kapitalis bank, untuk memulai dengan membuka
kredit-bunganya, kapitalis dagang untuk mulai membeli dan menjual barang,
kapitalis industri untuk mulai dengan produksi barang, semua harus lebih dahulu
mulai dengan mempunyai dan menggunakan kapital. Begitu besar peranan kapital
dalam sistem kapitalisme dan dalam kehidupan masyarakat kapitalis, maka nilai
dan bobot dan peranan seseorang atau
seorang kapitalis juga diukur dari hubungannya dengan kapital. Mempunyai
kapital atau tidak, dan kapitalnya itu besar atau kecil.
Dalam kapitalisme dan dalam
masyarakat kapitalis, orang yang tidak mempunyai kapital juga berarti tidak mempunyai nilai atau mempunyai
bobot dan tidak mempunyai peranan. Oarang yang mempunyai kapital akan lebih
berharga dan terhormat daripada yang
tidak mempunyai kapital. Sedang orang yang sama-sama mempunyai kapital, tetapi
kalau kapitalnya kecil, maka nilai atau bobot peranannya juga kecil.
Sebaliknya, orang yang kapitalnya besart, nilai atau bobot dan peranannya juga besar. Orang yang kapitalnya besar,
nilai atau bobot dan peranannya akan
lebih besar serta lebih berharga dan dihormati daripada yang kapitalnya kecil.
Makin besar kapitalnya, makin besar pula nilai atau bobot dan peranannya, makin
dihargai dan dihormati, bahkan juga menentukan, tidak hanya dalam ekonomi,
tetapi juga dalam kehidupan masyarakat, sosial dan politik.
Begitulah, kapitalis besar
atau kapitalis monopoli dalam negeri juga mempunyai peranan atau pengaruh yang
besar, bahkan juga menentukan perkembangan ekonomi, sosial dan politik dalam
negeri. Sedang dalam forum dunia, kapitalis raksasa atau kapital monopoli dunia
atau imperialis, juga mempunyai peranan atau pengaruh yang besar, bahkan juga
menentukan perkembangan ekonomi, sosial dan politik dunia. Tentang peranan
kapital tesebut, dari tiga macam kapital, yaitu kapital bank, kapital dagang
dan kapital industri, yang mempunyai peranan dan pengaruh yang paling besar
serta paling menentukan dalam sistem dan kehidupan kapitalisme adalah kapital
bank. Kapital bank yang hidup bergerak dan berkembang dalam bentuk kapital uang
atau kapital finance dengan peranan kapital uang yang sangat penting itu,
merupakan centrumatau poros dan bahkan juga sebagai urat nadi dari gerak dan
berkembangnya ekonomi kapitalis dalam perdagangan dan industri.
Gerak dan berkembangnya
perdagangan dan indutri dalam ekonomi kapitali yang tidak terpisah dari peranan
uanga, sangat membutuhkan dan memerlukan uang, menjadiu tidak lepas dari
peranan uanga. itu berarti tidak lepas dari peranan kapital bank karena kapital
bank yang paling berkuasa atas kapital uang. Dengan begitu, kapaitalis bank
sebagai kapitalis yang berkuasa dan menjalankan kapital uang dengan banknya
sebagai lat pelaksananya juga memegang peranan yang sangat penting dan pengaruh
yang sangat dalam proses produksi
industri dan peredaran barang dagangan. Bahkan memegang peranan dan pengaruh
langsung dalam proses pengendalian produksi terutama, karena kapital bank juga
sampai menguasai dan memimpin kapital industri bila kapital bank dan kapital
industri itu berpadu menjadi satu. Itu berarti kapital bank mempunyai peranan
yang sangat penting dan pengaruhnya yang sangat besar atas sirkulasi atau
perputaran serta gerak dan perkembangan ekonomi kapitalis. Demikianlah peranan
kapital bank dalam sistem ekonomi kapitalis. Adapun kapital dagang sebagai
kapital yang bergerak secara langsung dalam perdagangan juga mempunyai paranan
yang penting dalam sistem ekonomi kapitalis dan masyarakat kapitalis karena
merupakan penyelur produksi barang dangana ke dalam masyarakat konsumen.
Dalam sistem ekonomi
kapitalis, kapital dagang tidak mungkin dan tidak bisa ditiadakan karena
produksi industri tidak akan langsung sampai dan memasuki masyarakat konsumen
tanpa melalui perdagangan. Dengan begitu kapital dagang yang mempunyai perana
sebagai penghubung atau perantara dan
penyalur produksi industri ke konsumennya. Peranan demikian itu penting dalam
sirkulasi atau perputaran dari beredarnya barang dagangan dalam kehidupan
ekonomi masyarakat kapitalis. Mengenai peranan kapitalis, ini adalah kapital
yang vital karena langsung mengusai propfduksi bagi dan dalam kehidupan
masyarakat. tanpa kapital industri tidak akan ada produksi barang-dagangan bagi
keperluan kehidupan masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalis. Dengan
kapital-kapital yang lain tidak akan
berfungsi tanpa ada dan berjalannya kapital industri, yang berarti kehidupan
kapitalismepun tidak berfungsi. Sebab sebagaimana dikatakan, masyarakat
kapitalis adalah masyarakat barang-dagangan. Maka tanpa produksi
barang-dagangan, masyarakat kapitalis menjadi tidak berarti. Karena itu kapital
industri sebagai kapital yang langsung
mengusahakan dan memproduksi barang dagangan, mempunyai peranan yang vital dan
merupakan basis dari kehidupan ekonomi kapitalis.
D. Watak dan Sifat Kapital
Watak dan sifat kapital
adalah menghisap atau exploitatif, mengembang atau anak-beranak dan memusat
atau akumulatif. Kapital berwatak dan bersifat menghisap dan exploitatif karena
kapital digunakan dan bergerak selalu dengan tujuan dan tuntutan untuk
mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri, sesuai dengan arti dan
pengertiannya tentang kapital.Selanjutnya nilai baru yang didatangkan disamping
nilainya sendiri itu selalu datang dari mengambil dan mengurangi hasil orang
lain atau hasil tenaga dan keringat manusia. Tanpa melalui itu, tidak akan bisa
terjadi kapital bisa mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri. Jelas
bahwa kapital itu menghisap tenaga dan keringat atau darah manusia.Maka tepat
sekali bila dikatakan bahwa kapital tidak ubahnya seperti binatang vampir yang
hidupnya dari menghisap darah manusia. dalam hal ini yang menjadi sasaran dan
mangsa langsung adalah tenaga dan keringat serta manusia pekerja(buruh).
Kapital berwatak dan
bersifat mengembang karena kapital digunakan dan bergerak untuk mendatangkan
nilai baru disamping nilainya sendiri
tidak hanya sekali, tetapi berulangkali dan terus menerus hingga nilai
baru yang didatangkan disamping nilainya sendiri juga datang tidak hanya
sekali. Demikian, nilai barau yang berulang kali dan terus-menerus datang
menjadi bertambah-tambah, dan jumlah tambahan-tambahan itu tidak lalu
dihabiskan atau habis untuk keperluan hidup si kapitalis yang mempunyai kapital
tersebut. Tetapi sikapitalis mengambil
nilai baru yang terus bertambah dari hasil kapitalnya itu hanya sebagian,
bahkan sebagian kecil, untuk keperluan hidupnya sekeluarga dan lain-lain.
Sedang sisanya dijadikan kapital tambahan yang ditambahkan dan disatukan dengan
kapital lama, atau dipencar menjadi kapital anak dari kapital induk atau menjadi kapital yang “berdiri
sendiri”.Sebagai kapital tambahan yang ditambahkan pada dan disatukan dengan
kapital lama berarti memperbesar kapital dan perusahaanm yang sudah berjalan.
Sedang yang dipencar sebagai kapital naka atau sebagai kapital yang “berdiri
sendiri” berarti memperluas kapital dan usaha yang sudah berjalan. Hal itu
misalnya kapital Rp. 1 milyar. Nilai baru yang dihasilkan disamping nilainya
sendiri Rp 100 juta. Dari nilai baru Rp 100 juta itu diambil si kapitalis untuk
keperluan hidupnya sekeluarga dan lain-lain hanya Rp 10 juta. Lalu sisanya yang
90 juta ditambahkan pada dan disatukan dengan kapital lama Rp 1 milyar menjadi
Rp 1,09 milyar. Atau Rp 90 juta itu dijadikan anak kapital dari induk kapital
untuk membentuk dan bergerak dalam perusahaan cabang dari perusahaan pusat.
Anak perusahaan atau perusahaan cabang itu bergerak melayani atau sejalan
dengan kepentingan induk perusahaan atau perusahaan pusat. Umpamanya induk kapital bergerak dalam induk
perusahaan tektil. Anak kapitalnya bergerak dalam anak perusahaan wenter,
perusahaan benang dan sebagainya. Induk kapital bergerak dalam induk perusahaan
rokok, anak kapitalnya bergerak dalam perusahaan tembakau, perusahaan cengkeh
dan sebagainya. Atau bila induk kapital bergerak dalam perusahaan mobil pusat,
anak kapitalnya bergerak dalam perusahaan mobil cabang. Induk kapitalnya
bergerak dalam perusahaan baja pusat, anak kapitalnya bergerak dalam perusahaan
baja cabang. Atau bila Rp. 90 juta itu dijadikan kapital yang “ berdiri
sendiri”, berarti bisa bergerak dalam usaha dan bentuk baru. Umpamanya kapital
lama 1 Milyar bergerak dalam perusahaan textil atau perusahaan rokok dan
sebagainya. kapital Rp. 90 juta yang dipencarkan dan “berdiri sendiri” itu bisa
bergerak dalam perusahaan roti, perusahaan jobin dan sebagainya. Atau bisa juga
disahamkan dalam perusahaan yang sudah berjalan, atau bisa bekerjasama dalam
bentuk bersaham dengan kapital lain membuat perusahaan baru. Dalam hal ini
banyak diketahui kapital-kapital perusahaan yang sudah berjalan dengan membeli
saham-sahamnya. Sebaliknya juga banyak kapital-kapital perusahaan menamamkan
anak kapitalnya kedalam perusahaan-perusahaan bank.
Demikian kapital itu
mengembang, membesar dan meluas anak-beranak, tangkar-tumangkar,
cabang-bercabang, kawin-berpadu membentu jalur-jalur hubungan atau saling
hubungan yang komplek dan tidak sederhana, taut bertaut, tali-temali dalam saru
kapital atau antara yang satu dengan yang lain sampa bisa tidak mudah
dimengerti. Selanjutnya kapital itu berwatak memusat atau akumulatif karena
kapital yang bergerak mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri tidak
hanya satu-dua kapital, tetapi banyak sekali, besar dan kecil. Semua bergerak
dalam ruang saling-bersaing dan dimedan saling bertarung berebut sasaran
menjangkau nilai baru. Dalam persaingan dan pertarungan itu kapital yang kecil
dan lemak kalah dan hancur dipukul dan
dimakan oleh kapital yang besar dan kuat. Demikian, kapital-kapital yang kecil
dan lemah sama berjatuhan menjadi “makanan empuk” dari kapital-kapital yang
besar dan kuat atau kapital-kapital raksasa. Kapital-kapital yang besar dan
kuat atau kapital-kapital raksasa menjadi meraja-raja merajai ruang dan medan
gerak. Seperti misalnya kapital-kapital kecil dan lemah dalam perusahaan textil
salaing berjatuhan, hancur dan gulung tikar dipukul oleh kapital-kapital besar
dan kauat atau kapital-kapital raksasa perusahaan textil dalam persaingan dan
pertarungan. kapital-kapital besar dan kuat atau kapital-kapital raksasa
perusahaan textil menjadi menguasai dan memonopoli ruang dan medan gerak atau
pasarn per-textilan serta memonopoli produksi textil bagi pasar.
Dengan begitu
kapital-kapital industri textil menjadi memusat atau berakumulasi kesatu-dua
kapital besar atau kapital raksasa industri tektil. Begitu juga kapital-kapital
dilapangan perusahaan lain akan mengarah pula menuju ke pemusatan atau
berakumulasi menjadi satu-dua kapital besar atau raksasa. Kalanya persaingan
dan pertarungan kapital-kapital kecil dan lemah yang menyebabkan kejatuhan dan
kehancurannya melawan kapital-kapital besar dan kuat atau kapital-kapital
raksasa itu tidak hanya dalam persaingan dan pertarungan pemeblian bahan mentah
atau bahan baku bagi produksi industrinya. Kapital-kapital besar dan
kapital-kapital raksasa dalam harga penjualan hasil produksi industrinya
dipasar bisa lebih rendah dari pada kapital-kapital kecil hingga menyebabkan
hasil produksi kapital-kapital kecil tersisih atau tidak laku.Kapital-kapital
besar atau kapital-kapital raksasa bisa menjual hasil produksi industrinya
dipasar dengan harga lebih rendah dari pada kapital-kapital kecil karena alat
kerja atau mesin-mesinya serba modern denga kapasitas kerja dan kualitas produksinya yang tinggi
dibanding dengan alat kerja atau mesin-mesin yang sederhana milik
kapital-kapital kecil dengan kapasitas
kerja dan kualitas produksinya rendah. Sebagai misal, mesin modern
sehari bisa menghasilkan 10 meter kain, sedangkan mesin sederhana hanya 2-3
meter.
Selanjutnya kapital-kapital
besar atau kapital-kapital raksasa dalam pembelian bahan mentah atau bahan baku
bisa lebih murah dan murah dari pada kapital-kapital kecil karena
kapital-kapital kecil karena kapital-kapital besar atau kapital-kapital raksasa
bisa merebut penguasaan secara monopoli atas sumber atau pasar bahan mentah
atau bahan baku yang diperlukan. Akibatnya kapital-kapital kecil menjadi tidak
mudah mendapatkan bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan atau membelinya dengan harga
tinggi. Jadi berat bagi kapital-kapital kecil karena dengan begitu biaya
produksi industrinya lebih tinggi, sedang harga jual hasil produksinya lebih
rendah dari pada biaya produksinya. Menghadapi persaingan dan pertarungan harga
penjualan hasil produksi industri dipasar serta pembelian bahan mentah atau
bahan baku keperluan industri, ataupun menguasai dan memonopoli sumbernya
melawan kapital-kapital besar atau kapital-kapital raksasa, kapital-kapital
kecil tidak berdaya. Akan menandingi, kapitalnya tidak mampu. Untuk membeli
mesin-mesin modern, harganya begitu tinggi, tidak terjangkau oleh kapital
kecil. Maka kapital kecil tidak bisa lain kecuali jatuh, hancur, dan gulung
tikar.
Demikian proses pemusatan
atau proses akumulasi kapital. Kapital besar atau kapital raksasa memukul
hancur dan memakan kapital-kapital kecil hingga kapital menjadi memusat dan
berakumulasi pada hanya sat-dua kapital besar atau kapital raksasa. Kemudian
kapital itu berwatak dan bersifat menghisap. Karena itu kapital juga berwatak
dan bersifat jahat serta kejam. Maka dengan sendirinya kapitalis, ortang yanga
menjalankan kapital dan hidup dari kapital, juaga berwatak dan bersifat jahat
serta kejam. Segala pernyataan dan
tindakan yang tampaknya “baik” atau “bijaksana” dari kapitalis hanyalah gejala
yang semu dan munafik yang mengemukakan karena terpaksa, dan bagaimanapun,
kapitalis akan tetap hidup berpijak pada dan dari penghisapan tenaga, keringan
dan darah manusia.
Sudah disebutkan bahwa ada
tiga macam kapital, yaitu kapital bank, kapital dagang, dan kapital Imdustri.
Semua macam kapital itu berwatak dan bersifat jahat karena semua menghisap.
Hanya bentu dan kadar penghisapannya yang berbeda. dalam hali ini, dari ke-tiga
macam kapital itu, kapital bank yang paling jahat. Kapital bank dalam menghisap
bentuknya terang dan kadarnya sangat tinggi. Hanya dengan “mengeram” sudah bisa
secara intensif menghisaf “dara” dan keringat sasaranya sampai “kurus kering”
atau lemah lunglai tidak berdaya. Karena itu kapitalis nak atau bankir adalah
reaksioner.
Kapital dagang dalam
menghisap bentuknya sederhana, yaitu “mengait”
atau “merogoh” isi kantong konsumen. Tetapi caranya licin, bahkan juga
licik dan banyak variasi sehingga sering mengaburkan. Targenya “mengait” atau
“merogoh” kantong konsumen tidak menentu. Seperti tanpa target. Sering
tergantung pada situasi dan mengexploitasi situasi itu untuk bisa merogoh isi
kantong konsumen lebih dalam dan lebih banyak, sedalam dan sebanyak mungkin
bisa mendapatkannya. Samapi robek seklipun kantong konsumen itu, tidak menjadi
soal bagi kapitalis dagang. Karena itu kapitalis dagang paling liberal,
berbelit-belit, tidak jujur, dan sangat suka bermain pat gulipat dengan banyak
variasi kasar dan halus yang meyesatkan.
Kapaital industri dalam
mengisap bentuknya paling terselubung dan sangat tidak kentara hingga tidak
mudah dimengerti oleh siapapun. Termasuk yang terhisap sendiripun, yaitu kaum
buruh, juga tidak mudah untuk bisa mengerti bahwa mereka dihisap.
Penghisapannya juga intensif dengan merampas nilai lebih hasil kerja kaum
buruh. Dengan mempekerjakan kaum buruh, kapital industri bergerak untuk
merampas sebagian hasil kerjanya.Sesuai dengan tujuannya untuk merampas
sebagian hasil kerja kaum buruh tersebut, kapitalis industri selalu berusaha
bisa meningkatkan intensitas kerja
industrinya. Maksudnya, dengan begitu supaya bisa merampas sebagian sangat
besar hasil kerja kaum buruhnya yang disebut nilai lebih. Jelasnya, nilai lebih
hasil kerja buruh yang dirampas oleh kapitalis.
Untuk bisa mendapatkan lebih
banyak nilai lebih kapitalis tidak hanya selalu berusaha bisa meningkatkan
intensitas kerja industrinya, tetapi juga dalam hubungannya dengan itu, selalu
berusaha mencari dan menemukan jalan bisa mengintensifkan kerja kaum buruhnya
dan menggunakan alat-alat kerja industri yang benar-benar produktif. Artinya,
si kapitalis harus menggunakan alat-alat kerja yang baik atau yang modern dan
menimbulkan dorongan untuk bisa tercipta alat-alat seperti itu. Dengan begitu
kapitalis industri ikut mempunyaoi peranan dalam mendorong maju perkembangan
alat kerja industri menjadi modern. Karena itu kapitalis industri adalah
kapitalis yang maju dari pada kapitalis-kapitalis yang lain. Sebab dengan
mendorong maju perkembangan alat kerja industri menjadi modern berarti juga
mendorong maju kehidupan masyarakat, sosial, politik dan ekonomi.
e. Lahirnya kapital
Kapital adalah kekayaan yang
ditimbun dan digunakan untuk mendatangkan nilai baru disamping nilainya
sendiri. Penimbunan kapital itu bisa dari hasil kerja sendiri, bisa dari
merampas hasil kerja orang lain dan dari merampas milik orang lain, dan
sebagainya.
Pada mula sejarahnya,
manusia secara pribadi orang seorang tidak mempunyai milik sesuatu kecuali
kekayaan alam seisinya sebagai milik bersama secara kolektif. Maka kalau sampai
terjadi ada yang bisa memilik kekayaan yang bertimbun, itu tentu dari hasil
kerjanya sendiri yang melebihi kebutuhan dan keperluan hidupnya, atau dari
merampas hasil kerja orang lain atau dari merampas milik orang lain. Menimbun
kekayaan dari hasil kerjanya sendiri, jelas tidak bisa dalam proses yang cepat.
Prosesnya akan sangat lama untuk bisa menimbun kekayaan dari hasil kerjanya
sendiri. Proses yang lambat dalam penimbunan kekayaan juga berarti lambat dalam
pembentukan kapital. Kelambatan yang demikian akan tidak bisa menampung gerak
cepat proses ekonomi ke kapital. Kelambatan yang demikian akan tidak bisa
menampung gerak cepat proses perkembangan ekonomi ke kapitalisme.
Untuk bisa menampung gerak
cepat proses perkembangan ekonomi ke kapitalisme perlu ada penimbunan kekayaan
secara cepat pula sebagai kapital. Sebab tanpa adanya kapital, tidak bisa
dimulai berlangsungnya produksi kapitalis sebagai sendi dari ekonomi kapitalis
dan kapitalisme. Dengan timbulnya perkembangan untuk menimbun kekayaan secara
cepat sebagai kapital, berartiharus melakukan permpasan-perampasan terhadap
hasil kerja orang lain ataumilik orang lain. Maka lalu terjadi proses
penimbunan kapital secara primitif atau penimbuan primitif kapital. Penimbunan
kapital yang sudah sangat terkenal telah terjadi dan berlangsung di Inggris
oleh raja dankaum feodal dalam menghadapi proses perkembangan perdagangan bulu
domba sejalan dengan proses perkembangan maju industri dan perdagangan wol di
Eropa.
Penimbunan kapital primitif
di Inggris itu dilakukan dengan terjadi dan berlangsungnya pengusiran besar-besaran terhadap kaum tani penggarap
daritanah garapanya. Akibatnya, ratusan dan ribuan kaum tani penggarap menjadi
proletar, kaum yang sudah tidak mempunyai apa-apa lagi kecuali tenaga kerja dan
anaknya. Mereka terpaksa menggelandang
ke kota-kota karena di desa tidak bisa hidup dengan hilangnya tanah
garapannya yang dirampas oleh raja dan tuan-tuan feodal untuk dijadikan ladang
pengembalaan domba penghasil bulu bahan pembuat wol.
Di Indonesia juga terjadi
dan berlangsung penimbunan primitif kapital ketika zaman VOC [Verenigde
Oost-Indice Company], yaitu perhimpunan dagang Hindia Timur dari laum pedagang
rempah-rempah Belanda. Penimbunan kapital primitif di Indonesia pada zaman VOC
itu dilakukan oleh VOC yang sangat terkenal dalam sejarah dengan terjadi dan
berlangsungnya Hongi tochten, yaitu perang rempah-rempah di Sulawesi dll. Pulau
rempah-rempah untuk menindas perlawana kaum tanirempah-rempah terhadap
perampasan tanaman dan hasilremapah-rempahnya oleh VOC. Ratusan dan ribuan kaum
tani dipulau itu meninggal dipenggal lehernya oleh pedagang atau ditembus
dadanya oleh peluruh VOC.
Demikian kapital lahir pada
berabad-abad atau beratus-ratus tahun yang lampau dari genangan darah dan air mataratusan
dan ribuan kaum tani sekeluarganya, baik di Eropa dan Indonesia dan
negeri-negeri lainnya lagi.
Kelahiran kapital dari
proses penimbunan primitif itu telah memperpecepat pula proses berlangsungnya
ekonomi kapitalis dan lahirnya kapitalisme. Sesudah penimbunan kapital secara
primitif itu semakin sulit, tidak populer dan tidak bisa dilakukan sejalan
dengan perkembangan zaman seta berkembangnya kapital itu sendiri, lalu terjadi
dan berlangsung proses dan bentuk-bentuk lain penimbunan kapital, yaitu dengan
menyisihkan sebagian besar nilai baru yang didatangkan oleh kapital disamping
nilai sendiri dan menambahkan pada kapital lama yang disatukan menbjadi besar,
atau dipencar menjadi kapital anak dari kapital lama yangmenjadi kapital induk,
atau menjadi kapital yang “berdiri sendiri”, atau menjadi kapital cabang dari
kapital pusat. Kecuali itu juga terjadi pembentukan kapital oleh tuan-tuan
feodal yang akan berpindah klas dari klas feodal ke klas kapitalis dengan
melalui penjualan semua atau sebagian besar hak milik tanahnya. Hasil penjualan
itu lalu dijadikan kapital yang membuatnya menjadi kapitalis atau orang yang
menjalankan kapital.
Dengan kapital yang dibentuk
atas penjualan tanahnya itu, kaum feodal yang akan berpindah klas menjadi klas
kapitalis mulai melakukan kegiatan sebagai kapitalis yang yang hidup dari
kapitalnya. Atau juga tidak sedikit, dan banyak pula dari mereka yang mengambil
jalan yang gampang yaitu menjadi kapitalis riba dengan memasukkan kapitalnya
kedalam bank dan hidup dari bunga kapitalnya itu. Dengan begitu mereka tidak
perlu banyak pikiran seperti merka yang menjadi kapitalis industri atau
kapitalis dagang. Kaum feodal hidup dari penghasilan tanahnya. Sedangkan
kapitalis hidup bergantung dari nilai baru kapitalnya yang didatangkan
disamping nilainya sendiri. Maka kaum feodal dalam menjual tanahnya untuk
dijadikan kapital juga menghitung benar-benar supaya kapital yang dibentuk dari
penjualan tanahnya itu bisa mendatangkan nilai baru disamping nilainya sendiri,
sedikitnya sama dengan hasil tanahnya pada tiap musim sebelum tanahnya itu
dijual. Dengan begitu penghasilan kaum feodal itu tidak akan berkurang bila
mereka berpindah klas menjadi klas kapitalis.Berhubung dengan itu kaum feodal
menetapkan harga tanahnya juga sebesar kapital yang bisa mendatangkan nilai
baru disamping nilainya sendiri, sedikitnya sama dengan hasil tanahnya yang
dijual itu menurut hasilnya satu musim
atau satu tahun. Penetapan harga tanah atas dasar perhitungan yang demikian
itu bisa mengambil cara yang sederhana dengan mengambil pedoman pada besarnya
prosentase bunga simpanan di bank selama satu tahun. Dengan pedoman itu hasil
tanah satu musim atau satu tahun dinilai sama dengan hasil bunga simpanan
dalam bank satu tahun. Jadi bila hasil
tanah satu musimatau satu tahun disamakan dengan dengan hasil prosentase bunga
uang simpanan sebagai kapital dalam bank satu tahun, maka berarti harga tanah
yang dijual harus sama besarnya dengan uang simpanan sebagai kapital dalam bank
satu tahun yang bisa menghasilkan sejumlah bunga yang jumlahnya sama dengan
hasil tanah satu musim atau satu tahun.
Dengan begitu cara
menetapkan harga tanah yang dijual untuk dijadikan kapital adalah sebagai
berikut:
Besarnya hasil tanah
_____________________________
Besarnya prosentase bunga
bank
Atau
Besarnya hasil tanah
__________________________
besarnya prosentase bunga
bank
Jelasnya, misalkan hasil
tanah satu tahun Rp 1.000.000,00dan bunga bank satu tahun 10%. Mka harga tanah
adalah:
Rp 1.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 = Rp 1000.000,00 : 1 = Rp 1.000.000,00 x 10 = Rp 10.000.000,00
10:100 1:10
10
Dengan harga tanah Rp 10.000.000,00 dan bunga bank 10% satu
tahun berarti bila uang harga tanah sebesar Rp 10.000.000,00 itu dimasukkan
dalam bank sebagai kapital, akan mendapatkan bunga Rp 1.000.000,00 satu tahun.
Jadi sama besarnya dengan hasil tanah satu tahun, yaitu Rp 1.000.000,00. Atau
misalkan hasil tanah satu tahun Rp 1.000.000,00 dan bunga bank 20 %. Maka harga
tanah adalah :
Rp 1.000.000,00 = Rp
1.000.000,00 = Rp
1.000.000,00 : 1_ = Rp 1.000.000,00 x 5: 1 = Rp 5.000.000,00
20 :
100 1 : 5
5
lalu uang harga tanah rp 5.000.000,00 itu dimasukkan dalam
bank dengan bunga 20 % satu tahun, berarti akan mendapat bunga Rp 1.000.000,00.
Jadi sama dengan hasil tanah selama satu tahun.
Demikian dasar dan pedoman
untuk menetapkan harga penjualan tanah kaum feodal atau kaum pemilik tanah yang
uang hasil penjualan itu akan dijadikan kapital dalam usahanya berpindah klas
sebagai klas kapitalis.
Dari
kenyataan-kenyataan sejarah tersebut menunjukkan bahwa lahirnya kapital melalui
tiga macam proses, yaitu:
1.
Melalui proses penimbunan
kapital secara primitif atau penimbunan primitif kapital yang berlangsung
dengan dilakukannya perampokan atau perampasan atas tanah garapan kaum tani
oleh tuan-tuan feodal, atau atas hasil kerja kaum tani oleh
tengkulak-tengkulak, dan sebagainya.
2.
Melalui proses penimbunan
nilai baru yang didatangkan kapital disamping nilainya sendiri yang berlangsung
dengan disishkannya nilai baru itu sebagian demi sebagian setiap kali datang.
Kemudian sesudah cukup terkumpul lalu dijadikan kapital baru oleh si kapitalis.
3.
Melalui proses penjualan
tanah, dan sebagainya, milik tuan feodal dalam usahanya berpindah klas menjadi
kapitalis yang berlangsung dengan pembentukan kapitalnya dari hasil penjualan
tanah, dan sebagainya tersebut.
Perpindahan klas feodal ke klas kapitalis terjadi karena pekembangan maju
ekonomi kapitalis yang tampak mempunyai persepektif daripada ekonomi feodalisme
yang mulai tampak suram. Disamping itu juga karena aksi-aksi kaum tani dan
perlawanan-perlawanan anti feodalisme yang terasa dan tampak mulai
mengkhawatirkan dan membahayakan feodalisme
hingga tidaka akan menguntungkan untuk meneruskan kehidupan dalam
ekonomi feodalisme. Maka sebelum perkembangan negatif bagi ekonomi
feodalisme benar-benar datang dan terjadi, tidak sedikit tuan-tuan feodal yang
berpindah klas menjadi kapitalis dengan menjadikan tanah miliknya sebagai
kapital. Dengan begitu mereka tidak sampai kehilangan tanah miliknya yang
mungkin bisa terjadi sebagai akibat dari adanya aksi-aksi dan
perlawanan-perlawanan anti feodalisme.
Jadi kepindahan klas
tuan-tuan feodal menjadi kapitalis berarti satu cara untuk menyelamatkan hak
miliknya bagi kelangsungan ekonomi pribadinya.
f. Pengertian macam kapital dalam kegiatan
industri
Dalam kegiatan produksi
industri kapitalis terdapat apa yang disebut kapital konstan dan kapital
variabel. Kapital konstan adalah kapital tetap, sedangkan kapital variabel
adalah kapital beralir. Pengertian tentang dua macam kapital tersebut terdapat
perbedaan yang saling bertentangan antara teori dari ekonomi kapitalis dengan
teori dari Ekonomi Politik Marxis [EPM].
Menurut teori atau ilmu
ekonomi kapitalis atau ekonomi borjuis, yang disebut sebagai kapital konstan
adalah kapital yang tidak beergewrak seperti mesin, perlengkapan kerja,
perkakas kerja, bangunan industri, gudang, dan sebagainya. Sedang kapital
variabel ialah kapital yang bergerak atau yang beralir, seperti bahan mentah
minyak, dan sebagainya. Adapun tenaga buruh yang juga merupakan satu faktor
dalam kegiatan industri, disebut partnership dari kapitalis. Bukan sebagai
kapital.
Berbeda dengan macam kapital
tersebut, menurut teori atau ilmu ekonomi
politik Marxis, kapital konstan ialah juga kapital tetap atau tidak
bergerak, dalam arti kapital yang tidak menghasilkan nilai lebih. Dengan begitu
menurut teori atau ilmu ekonomi politik Marxis yang disebut kapital konstan
bukan hanya mesin, perlengkapan kerja, perkakas kerja, bangunan industri,
gudang, dan sebagainya. Tetapi juga bahn mentah, minyak, dan sebagainya. Sebab,
semuanya itu merupakan kapital yang pasif, yang tidak menghasilkan nilai lebih.
Adapun kapital yang menghasilkan nilai lebih adalah kapital variabel. Jadi,
kapital variabel ialah kapital yang beralir, dalam arti kapital yang
menghasilkan nilai lebih, kapital yang aktif, dan itu adalah tenaga kerja buruh
sebagai satu-satunya macam kapital yang menghasilkan atau mendatangkan nilai
lebih dalam proses produksi industri kapitalis. Itu bisa dimengerti karena
tenaga kerja buruh adalah tenaga yang bekerja menjalankan mesin, menggerakkan
perkakas kerja, mengolah bahan mentah dan sebagainya. Tanpa tenaga kerja buruh
tidak akan dihasilkan nilai lebih. Semua mesin, perkakas kerja, bahan mentah
dan sebagainya tidak akan ada artinya tanpa tenaga kerja buruh. Keadaannya akan
tetap sama. Tidak akan mendapatkan hasil apa-apa bagi si kapitalis.
Jelas, bahwa yang
menghasilkan nilai lebih adalah tenaga kerja buruh. Maka untuk bisa
menghasilkan nilai lebih dalam satu proses produksi industrinya, si kapitalis
harus mendapatkan tenaga kerja buruh, yang itu harus dibeli. Pembelian tenaga kerja buruh oleh si
kapitalis dilakukan dalam bentuk yang terselubung dan menyesatkan dengan cara
memberikan uang kepada buruh yang bersangkutan sebagai upah sesudah buruh itu
bekerja dan menghasilkan produksi bagi si kapitalis.Dengan cara demikian,
tampaknya upah sebagai hasil kerja buruh yang menerimanya. Hal itu sama sekali
tidak dimengerti oleh si buruh, bahwa sesungguhnya upah yang diterimanya itu
tidak lain adalah harga tenaga kerjanya yang dibayarkan sesudah tenaga kerjanya
menghasilkan nilai lebih bagi si kapitalis.Bahwa sesungguhnya upah itu adalah
harga tenaga kerja buruh, dapat diikuti dari dumulainya satu proses produksi
kapitalis sebagai berikut: Proses produksi kapitalis yang tujuannya untuk
menghasilkan nilai lebih, dimulai dari si kapitalis dengan uang kapitalnya
membeli mesin, perkakas kerja, bahan mentah dan sebagainya. Tidak hanya itu,
tetapi si kapitalis juga membeli tenaga kerja buruh sebagai faktor penentu yang
bisa menjalankan mesin, menggerakkan perkakas kerja dan mengolah bahan mentah
dalam satu proses produksi.
Proses produksi yang
demikian itu jelas menunjukkan bahwa sesungguhnya upah adalah harga tenaga
kerja buruh. Di samping itu juga menunjukkan bahwa sesungguhnya buruh adalah
penjual tenaga kerja kepada kapitalis. Jadi bukan sebagai partner-ship dari
kapitalis dalam proses produksi kapitalis seperti yang biasa dikatakan bahwa
kapitalis dan buruh sama-sama bekerja atau melakukan kerja-sama dalam bentuk
pembagian “andil”: Kapitalis memberikan kapitalnya, dan buruh memberikan
tenaganya. Kata-kata tersebut begitu sederhana dan enak didengar dengan
pengertian seakan-akan dalam bekerja-sama antara kapitalis dan buruh sama-sama
merasakan dan menerima hasil yang seimbang. Padahal kenyataan menunjukan bahwa
tidak pernah ada seorang buruh pun yang hidupnya sama keadaannya dengan si kapitalisnya. Yang jelas, selalu berada jauh
di bawahnya. Karena itu apa yang dikatakan sebagai “ bekerja sama” antara
kapitalis dan buruh, sebenarnya bukan bekerja sama, sebab si kapitalis
mengambil bagian hasil yang sangat besar, sedang buruh hanya menerima sekedar
untuk bis melangsungkan hidupnya. Dengan
begitu berarti bahwa “bekerja sama” tersebut merupakan suatu bentuk
penghisapan. Maka mengatakan buruh sebagai partnership si kapitalis dan bukan
sebagai kapital, lalu menyebut bahan mentah sebagai kapital variabel dan bukan
sebagai kapital konstan, hanya akan mengaburkan pengertian dan menyelubungkan
penghisapan kapitalis.
Pengertian yang benar ialah
bahwa bahan mentah adalah kapital konstan, bukan kapital variabel. Sedang
tenaga buruh adalah kapital variabel, bukan partnership dari si kapitalis dalam
proses produksi kapitalis. Pengertian tersebut merupakan satu kunci yang bisa
mudah membuka dan mengetahui rahasia penghisapan kapitalis yang begitu halus,
rumit, berliku, terselubung dan tertutup atas kaum buruh hingga tidak terasa
dan tidak mudah diketahui. Dengan kunci pengertian itu tabir rahasia
penghisapan kapitalis akhirnya tersingkap dan isi penghisapan yang sebenarnya menjadi
tampak jelas.
2. UANG
a. Arti
uang
Uang menurut mula sejarah
timbulnya, adalah alat pertukaran barang-barang kebutuhan dan keperluan
masyarakat. Karena itu, uang juga merupakan alat ukuran dan pengukur nilai
barang-barang dalam pertukaran. Demikian arti dan fungsi uang pada tingkat
mulanya.Tetapi arti dan fungsi itu menjadi berkembang pada zaman kapitalisme
sesuai dengan perkembangan ekonomi kapitalis. Begitu selanjutnya arti dan
fungsi uang tersebut juga berubah pada zaman sosialisme sesuai dengan keperluan
dan sistim ekonominya. Kemudian hal itu juga akan berubah lagi pada zaman
komunisme, menjadi sederhana sesuai dengan keperluan dan sistim ekonomi
komunisme.
Dengan begitu arti dan
fungsi uang berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan keperluan
dari satu sistim ekonomi yang berlaku dalam masyarakat. Hal itu bisa diikuti
sejak timbul embrionya pada zaman komunal primitif. Pada zaman komunal primitif
belum timbul uang dalam arti dan fungsinya yang sesungguhnya. Yang timbul baru
embrionya. Fungsinya hanya sebagai alat pertukaran yang karena itu juga
merupakan atau berfungsi sebagai ukuran “nilai”.
PENGANTAR EKONOMI-POLITIK
Pengarang : Anonim
Kontributor : Ismail Barkah, 7 November 2002
Versi Online : Situs Indo-Marxist--Situs Kaum Marxist Indonesia!, November 2002
PRODUKSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN ADALAH BASIS DARI KEHIDUPAN SOSIAL
Kita harus memulainya dari
pemahaman yang sangat mendasar. Bahwa untuk mempertahankan dan melanjutkan
hidupnya, manusia harus dapat mencukupi kebutuhan utamanya yaitu: makanan,
pakaian dan tempat tinggal. Oleh karena itu manusia harus memproduksi
semua kebutuhan-kebutuhannya.[1][1] Dalam proses produksi inilah, manusia menggunakan dan
mengembangkan alat-alat produksi (alat-alat kerja dan obyek
kerja) disamping tenaga kerjanya
sendiri. Dari mulai tangan, kapak, palu, lembing, palu, cangkul hingga komputer
serta mesin-mesin modern seperti sekarang ini. Alat-alat produksi (ada
teknologi didalamnya) dan tenaga kerja manusia (ada pengalaman, ilmu
pengetahuan didalamnya) tidak pernah bersifat surut melainkan terus maju
disebut sebagai Tenaga produktif masyarakat yaitu kekuatan yang
mendorong perkembangan masyarakat.
Dalam suatu aktivitas proses
produksi guna memenuhi kebutuhannya manusia berhubungan dengan manusia lain.
Karena Proses produksi selalu merupakan hasil saling hubungan antar manusia,
maka sifat dari produksi juga selalu bersifat sosial. Saling hubungan antar
manusia dalam suatu proses produksi ini disebut sebagai hubungan sosial
produksi. Dari kegiatan produksi ini kemudian muncul kegiatan
berikutnya yaitu distribusi dan pertukaran barang. Hubungan sosial produksi
dalam sebauh masyarakat bisa bersifat kerja sama atau bersifat penghisapan. Hal
ini tergantung siapakah yang memiliki atau menguasai seluruh alat-alat produksi
(alat-alat kerja dan obyek kerja).
Hubungan sosial produksi dan
tenaga produktif (alat-alat produksi dan tenaga kerja) inilah kemudian
membentuk suatu cara produksi dalam suatu masyarakat. Misalnya cara produksi
komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme dan sosialisme. Perubahan
yang terjadi dari suatu cara produksi tertentu ke cara produksi yang lain
terjadi akibat berkembangnya tenaga produktif dalam suatu masyarakat yang
akhirnya mendorong hubungan produksi lama tidak dapat dipertahankan lagi dan
menuntut adanya hubungan produksi baru. Inilah hukum dasar sejarah masyarakat
dan merupakan sumber utama dari semua perubahan sosial yang ada.
Berdasarkan Posisi dan
hubungannya dengan alat-alat produksi inilah masyarakat kemudian terbagi
kedalam kelompok-kelompok yang disebut kelas-kelas. Misalnya Dalam suatu
masyarakat berkelas selalu terdapat dua kelas utama yang berbeda yang saling
bertentangan berdasarkan posisi dan hubungan mereka dengan alat-alat produksi.
Tetapi, tidak semua cara produksi masyarakat terdapat pembagian kelas-kelas.
Dalam sejarah umat manusia terdapat suatu masa dimana belum terdapat pembagian
masyarakat ke dalam kelas-kelas. Misalnya dalam cara produksi komunal
primitif, alat-alat produksi dimiliki secara bersama (atau alat produksi adalah
milik sosial). Posisi dan hubungan mereka atas alat-alat produksi adalah sama.
Semua orang bekerja dan hasil produksinya dibagi secara adil diantara mereka.
Karena alat produksi masih primitif hasil produksinya pun belum berlebihan
diatas dari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ada basis/alasan
orang/kelompok untuk menguasai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu tidak
ada pembagian kelas-kelas dalam masa ini. Yang ada hanyalah pembagian kerja,
ada yang berburu, bercocok tanam dan lain-lain.
Masyarakat berkelas muncul
pertama kali ketika kekuatan-kekuatan produksi (alat-alat kerja dan tenaga
kerja) berkembang hingga menghasilkan produksi berlebih. Kelebihan produksi
inilah yang pertama kali menjadi awal untuk kelompok lain untuk mengambil
kelebihan produksi yang ada. Dalam setiap masyarakat berkelas yang ada selalu
didapati adanya pengambilan/perampasan atas hasil produksi. Perampasan atas
hasil produksi inilah yang kemudian sering dinamakan dengan penghisapan.
Lain halnya dalam cara
produksi setelah komunal primitif yaitu perbudakan, yang menghasilkan
dua kelas utama yaitu budak dan pemilik budak. Dalam masa perbudakan alat-alat
produksi beserta budaknya sekaligus dikuasai oleh pemilik budak. Budaklah yang
bekerja menghasilkan produksi. Hasil produksi seluruhnya dikuasai oleh pemilik
budak. Budak sama artinya dengan sapi, kerbau atau kuda. Pemilik budak cukup
hanya memberi makan budaknya.
Sementara dalam masa feodalisme
(berasal dari kata feodum yang berarti tanah) dimana terdapat dua kelas utama
yaitu tuan feodal (bangsawan pemilik tanah) dengan kaum tani hamba atau petani
yang pembayar upeti. Produksi utama yang dihasilkan didapatkan dari mengolah
tanah. Tanah beserta alat-alat kerjanya dikuasai oleh tuan feodal atau
bangsawan pemilik tanah. Kaum Tani hambalah yang mengerjakan proses produksi.
Ia harus menyerahkan (memberikan upeti) sebagian besar dari hasil produksinya
kepada tuan feodal atau para bangsawan pemilik tanah.
Begitu pula halnya dalam
sistem kapitalisme yang menghasilkan dua kelas utama yaitu kelas
kapitalis dan kelas buruh. Proses kegiatan produksi utamanya adalah ditujukan
bukan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia, melainkan untuk menghasilkan
barang–barang dagangan untuk dijual ke pasar, untuk mendapatkan keuntungan yang
menjadi milik kapitalis. Keuntungan yang didapat ini kemudian dipergunakan
untuk melipatgandakan modalnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil kerja
buruh ini, dirampas dan menjadi milik kapitalis. Buruh berbeda dengan budak atau
tani hamba. Buruh, adalah manusia bebas. Ia bukan miliknya kapitalis. Tetapi 7
jam kerja sehari atau lebih dalam hidupnya menjadi milik kapitalis yang membeli
tenaga kerjanya. Buruh juga bebas menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis
manapun dan kapanpun ia mau. Ia dapat keluar dari kapitalis yang satu ke
kapitalis yang lain. Tetapi akibat sumber satu-satunya agar ia dapat hidup
hanya menjual tenaga kerjanya untuk upah, maka ia tidak dapat pergi
meninggalkan seluruh kelas kapitalis. Artinya buruh diikat, dibelenggu,
diperbudak oleh seluruh kapitalis, oleh sistem kekuasaan modal, oleh sistem
kapitalisme. Kita akan membahas persoalan lebih detail lagi.
KAPITALISME
Kapitalisme, adalah sebuah nama yang diberikan terhadap sistem
sosial dimana alat-alat produksi, tanah, pabrik-pabrik dan lain-lain dikuasai
oleh segelintir orang yaitu kelas kapitalis (pemilik modal). Jadi kelas ini
hidup dari kepemilikannya atas alat-alat produksi. Sementara kelas lain (buruh)
yang tidak menguasai alat produksi, hidup dengan bekerja (menjual tenaga
kerjanya) kepada kelas kapitalis untuk mendapatkan upah.
Kepemilikan alat-alat
produksi kemudian dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang untuk dijual ke
pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali
untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat
untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan
dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus.
Pengusaha
yang pandai adalah seorang yang membayar sekecil mungkin terhadap apa yang
dibelinya dan menerima sebanyak mungkin terhadap apa yang dijualnya. Tahap awal
menuju keuntungan yang tinggi adalah menurunkan biaya-biaya produksi. Salah
satu biaya produksi adalah upah buruh. Oleh karena itulah kepentingan pengusaha
untuk membayar upah serendah mungkin. Selain itu pengusaha juga berkepentingan
untuk mendapatkan hasil kerja buruhnya sebanyak mungkin.
Kepentingan
dari para pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang
bekerja (buruh) kepada mereka. Kelas buruh berkepentingan terhadap meningkatnya
upah, meningkatnya kesejahteraannya. Kedua kelas ini bertindak sebagaimana
kepentingan (keharusan) yang ada pada mereka. Masing-masing hanya dapat
berhasil dengan mengorbankan yang lain. Itulah mengapa, dalam masyarakat
kapitalis, selalu ada pertentangan antara dua kelas tersebut.
NILAI LEBIH
Kelas
buruh yang tidak memiliki alat produksi harus menjual tenaga kerjanya untuk
mendapatkan upah untuk membeli sejumlah barang untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi
apakah upah itu? Bagaimana upah itu
ditentukan?
Upah adalah jumlah uang yang
dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja tertentu. Yang dibeli kapitalis dari
buruh adalah bukan kerjanya melainkan tenaga kerjanya. Setelah ia membeli
tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh kaum buruh untuk selama waktu yang
ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari
dalam sebulan (bagi buruh bulanan).
Tetapi bagaimana kapitalis
atau (pemerintah dalam masyarakat kapitalis) menentukan upah buruhnya sebesar
591.000 perbulan (di DKI misalny) atau 20 ribu per hari (untuk 7 jam kerja
misalnya)? Jawabanya karena tenaga kerjanya adalah barang dagangan yang sama
nilainya dengan barang dagangan lain. Yaitu ditentukan oleh jumlah kebutuhan sosial untuk memproduksikannya
(cukup agar buruh tetap punya tenaga untuk bisa terus bekerja). Yaitu kebutuhan
hidupnya yang penting yaitu kebutuhan pangan (Misalnya 3 kali makan), sandang
(membeli pakaian, sepatu dll) dan papan (biaya tempat tinggal) termasuk juga
untuk untuk menghidupi keluarganya. Dengan kata lain cukup untuk
bertahan hidup, dan sanggup membesarkan anak-anak untuk menggantikannya saat ia
terlalu tua untuk bekerja, atau mati. Lihat misalnya konsep upah minimum yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Jadi upah yang dibayarkan
oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar jumlah barang dan keuntungan
yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah perusahan besar (yang telah
memperdagangkan sahamnyadi pasar saham) sering mengumumkan keuntungan
perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi dari manakah
keuntungan ini di dapat?
Jelas keuntungan yang
didapat dari hasil kegiatan produksinya. Tetapi yang mengerjakan produksi
bukanlah pemilik modal melainkan para buruh yang bekerja di perusahaannya lah
yang menghasilkan produksi ini. Yang merubah kapas menjadi banang, merubah
benang menjadi kain, merubah kain menjadi pakaian dan semua contoh kegiatan
produksi atau jasa lainnya. Kerja kaum buruh lah yang menciptakan nilai baru
dari barang-barang sebelumnya.
Contoh sederhana misalnya.
Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000 untuk kerja selama 8 jam sehari.
Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10 potong pakaian dari kain 30 meter.
Harga kain sebelum menjadi pakaian permeternya adalah 5000 atau 150.000 untuk
30 meter kain. Sementara untuk biaya benang dan biaya-biaya produksi lainnya
(misalnya listrik, keausan mesin dan alat-alat kerja lain) dihitung oleh
pengusaha sebesar 50.000 seharinya. Total biaya produksi adalah 20.000 (untuk
upah buruh) + 150.000 (untuk kain) + 50.000 (biaya produksi lainnya) sebesar
220.000. Tetapi pengusaha dapat menjual harga satu kainnya sebesar 50.000 untuk
satu potong pakaian atau 500.000 untuk 10 potong pakaian di pasaran. Oleh
karena itu kemudian ia mendapatkan keuntungan sebesar 500.000 – 220.000 =
280.000.
Jadi kerja 8 jam kerja
seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai baru sebesar 280.000. Tetapi
ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara 280.000 menjadi milik pengusaha.
Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila ia dibayar 20.000, ia seharusnya
cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan dapat pulang ke kontrakannya. Tetapi
tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam karena ia telah disewa oleh
pengusaha untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh pabrik garmen tadi bekerja
kurang dari satu jam untuk dirinya (untuk menghasilkan nilai 20.000 yang ia
dapatkan) dan selebihnya ia bekerja selama 7 jam lebih untuk pengusaha (280.000).
AKUMULASI KAPITAL DAN KRISIS KAPITALISME
Seperti yang di jelaskan
sebelumnya bahwa kapitalisme hidup pertama dari kepemilikan mereka atas
alat-alat produksi yang seharusnya menjadi milik sosial (lihat sejarah
masyarakat bahwa pada awalnya alat-alat produksi ini adalah milik
bersama/sosial). Kepemilikan alat-alat produksi ini dipergunakan untuk
menghasilkan barang-barang yang dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung.
Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk
produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah
yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk
mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus.
Sederhananya, kapital
menuntut kapitalis untuk terus mengakumulasi modal, untuk menjadi kaya, kaya
sekaya-kayanya untuk semakin kaya lagi, dan tidak ada kata cukup untuk menambah
kekayaan. Ini semua bukanlah persoalan kapitalisnya serakah atau rakus atau
karena kapitalisnya adalah orang yang tidak taat agama, orang Cina, Amerika,
Jepang, Korea, Arab dll. Semua kapitalis adalah sama. Karena memang
tuntutan ini bukan karena ada watak-watak serakah dari individu-individu
kapitalis. Melainkan tuntutan dari cara kerja sistem kapitalisme menuntut
setiap kapitalis untuk menjadi demikian. Penjelasannya seperti di bawah ini.
Misal bahwa harga ditentukan oleh komposisi
permintaan dan penawaran. Adanya permintaan yang besar terhadap suatu barang,
sementara penawaran (persedian) yang ada lebih kecil dari permintaan pasar
menyebabkan harga suatu barang barang dagangan meningkat. Kejadian ini
menyebabkan kapital akan bergerak ke keadaan dimana permintaan meningkat, yang
menyebabkan kapital berkembang.
Ketika harga suatu barang dagangan tinggi akibat
permintaan lebih besar daripada barang yang tersedia di pasar, maka untuk
memperbesar keuntungan maka si kapitalis meningkatkan jumlah barang
dagangannya. Ini dilakukan dengan cara meningkatkan/menambah jumlah mesin yang
ia miliki, menambah jumlah buruh, melakukan pembagian tugas/kerja yang lebih canggih (lebih kecil), melakukan
percepatan, dan meningkatkan efisiensi dalam pabrik.
Tetapi mesin-mesin juga
menciptakan kelebihan populasi pekerja, mereka juga mengubah watak buruh. Buruh-buruh
trampil menjadi tidak berguna ketrampilannya karena ketrampilannya telah
diganti oleh mesin. Lihat misalnya para sarjana yang kerja di perbankan, atau
di perusahaan-perusahaan lainnya, mereka yang telatih menggunakan komputer,
memiliki kemampuan akutansi, memiliki bermacam keahlian. Semua ketrampilan dan
keahlian ini menjadi tidak berguna. Karena dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terjadi proses mekanisasi kerja. Kerjanya kini hanya memasukkan
data-data setiap harinya. Terus berulang-ulang. Dengan penggantian mesin, anak-anak juga dapat
dipekerjakan.
Penambahan mesin-mesin baru yang lebih
modern/canggih (ingat sifat dari teknologi yang terus berkembang) memungkinkan
seorang buruh dapat memproduksi sebanyak tiga kali lipat, sepuluh kali lipat,
tujuh belas, atau puluhan kali lipat dari sebelumnya. Dengan cara ini, maka
hasil produksi dapat jauh lebih besar. Harga biaya produksi bisa lebih
diperkecil.
Tetapi semua tindakan kapitalis diatas tidak saja
dilakukan oleh satu kapitalis saja melainkan kapitalis yang lain juga melakukan
tindakan yang sama. Masing-masing berlomba untuk dapat menguasai pasar, bahkan
dengan menurunkan harga barang dagangan tadi (walaupun harganya tetap diatas
biaya produksi). Persaingan ini terus terjadi. Dimana disatu titik akan
menyebabkan beberapa kapitalis yang kalah dalam persaiangan ini terpaksa kalah,
bangkrut atau pindah ke usaha lain yang berkembang. Kapitalis-kapitalis yang
modalnya lebih besar memenangkan pertarungan ini.
Sejak satu abad yang lalu,
dengan mesin-mesin baru yang lebih canggih (hasil dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi) kemampuan produksi kapitalisme telah dapat memenuhi
jumlah dari permintaan yang ada, bahkan telah jauh diatasnya. Hingga akhirnya
produksi barang jauh lebih besar dibanding dengan kemampuan pasar untuk membeli
barang-barang ini. Akhirnya si kapitalis kini bukan saja harus memikirkan
bagaimana mendapatkan untung dari penjualan barang produksinya melainkan juga
bagaimana dapat menjual barang dagangannya yang berlimpah (diatas permintaan
pasar) yang juga harus bersaing dengan kapitalis lain, menyebabkan kebangkrutan
dari beberapa kapitalis. Kebangkrutan jelas juga membawa akibat terphknya buruh
di perusahaan yang kalah bersaing ini. Rakyat pekerja dilempar ke jalan-jalan menjadi
pengangguran. Sementara itu, barang-barang produksi melimpah di pasar,
sementara masyarakat tidak memiliki daya beli untuk mengkonsumsi barang—barang
ini. Ini juga menyebabkan kebangkrutan kembali dari
perusahaan-perusahaan yang ada. Inilah cara kerja kapitalisme, dimana didalam
keteraturannya (ketertibannya) terkandung ketidaktertibannya, liar, anarki
produksi.
NEGARA
Klas
kapitalis, melalui penghisapannya terhadap klas pekerja, telah mendapatkan
kenyamanan, kekayaan dan martabat. Sementara klas buruh justru mendapatkan kemiskinan, dan kesengsaraan.
Mengapa
kelas yang sebenarnya minoritas dalam jumlah populasi di bumi ini (kapitalis)
justru lebih diuntungkan dibandingkan dengan kelas mayoritas penduduk dunia
(buruh). Kondisi terus bertahan hingga saat ini karena terdapat sistem
kekuasaan sosial ekonomi oleh kelas minoritas yang kaya terhadap mayoritas
kelas buruh. Alat untuk mempertahankan penindasan satu kelas terhadap kelas
lain adalah negara.
Dalam
pertentangan kelas kapitalis dan kelas buruh kelas kapitalis menggunakan negara
sebagai sebuah senjata yang sangat diperlukan melawan pihak yang tidak
memiliki.
Kita
sering didengungkan oleh kampanye pemerintahan kapitalis bahwa mereka mewakili
semua orang, yang kaya dan miskin. Tetapi sebenarnya, sejak masyarakat
kapitalis yang didasarkan atas kepemilikan pribadi atas alat produksi serangan
apapun terhadap kepemilikan kapitalis akan dihadapi dengan kekerasan dari
pemeritnahan kapitalis. Melalui kekuatan tentara, UU, hukum, pengadilan dan
penjara negara telah berfungsi menjadi anjing penjaga dari keberlangsungan
sistem kepemilikan pribadi yang menguntungkan kelasminoritas. Klas yang berkuasa secara ekonomi
–yang memiliki alat-alat produksi– juga berkuasa secara politik.
Sejak
negara sebagai alat melalui salah satu klas yang menentukan dan mempertahankan
dominasinya/kekuasannya terhadap klas yang lain, kebebasan sejati bagi sebagian
besar yang tertindas tak dapat terwujud.
Negara
terwujud untuk menjalankan keputusan-keputusan dari klas yang mengontrol
pemerintah. Dalam masyarakat kapitalis negara menjalankan keputusan-keputusan
dari klas kapitalis. Keputusan-keputusn tersebut dipola untuk mempertahankan
sistem kapitalis dimana klas pekerja harus bekerja melayani pemilik alat-alat
produksi.
MONOPOLI
Persaingan, sesuai teori,
adalah sesuatu yang baik, Tetapi pemodal menemukan bahwa praktek tidak sesuai
dengan teori. Mereka menemukan bahwa persaingan mengurangi keuntungan sedangkan
penggabungan meningkatkan keuntungan. Bila semua kapitalis tertarik pada
keuntungan jadi mengapa bersaing? Lebih baik bergabung.
Melalui penggabungan modal
industri dan keuangan berkemampuan untuk berkembang hingga ke tingkat yang
begitu besar dimana dalam beberapa industri saat ini sedikit dari perusahaan,
secara nyata, menghasilkan lebih dari setengah jumlah keseluruhan produksi atau
mendekati jumlah seluruhnya. Misalnya perusahaan sofware komputer Microsoft
atau yang lain (kawan-kawan bisa sebutkan contohnya di Indonesia).
Tidak sulit untuk melihat
bahwa dengan dominasi yang luas seperti itu, monopoli kapitalis berada di
posisi sebagai penentu harga-harga. Dan mereka memang melakukan hal itu. Mereka
menetapkannya pada titik dimana mereka dapat membuat keuntungan tertinggi.
Mereka menentukannya melalui persetujuan diantara mereka sendiri, atau melalui
pengumuman harga perusahaan terkuat dan perusahaan sisanya memainkan peran
sebagai “pengikut”, atau, seperti seringkali terjadi, mereka mengontrol paten
dasar dan memberikan surat ijin untuk memproduksi hanya sebatas persetujuan yang
telah ditentukan.
Monopoli membuat kemungkinan
bagi para pemegang monopoli untuk mengerjakan tujuannya – membuat keuntungan
yang besar. Industri yang bersifat bersaing menghasilkan keuntungan pada
saat-saat yang baik dan memperlihatkan defisit di saat-saat buruk. Tetapi bagi
industri yang bersifat monopoli, polanya berbeda – mereka menghasilkan
keuntungan yang besar di saat-saat yang baik, dan beberapa keuntungan di saat
buruk.
IMPERIALISME DAN PERANG
Pada akhir abad ke 19 dan
permulaan abad ke-20, pertukaran komoditi telah menciptakan internasionalisasi
hubungan ekonomi dan internasionalisasi kapital, bersamaan dengan peningkatan
produksi sekala besar, sehingga kompetisi digantikan dengan monopoli. Dengan
kata lain, dalam persaingan bebas, kenaikan produksi berskala luas akan diambil
alih oleh monopoli.
Ciri dominan bisnis
kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik
di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain,
berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha
(trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya
masing-masing.
Ciri khas penguasa berubah
menjadi pemilik kapital keuangan, kekuatan yang secara khas bergerak dan luwes
secara khas jalin menjalin baik di dalam negerinya sendiri maupun secara
internasional yang menghindari individualitas dan dipisahkan dari proses
produksi langsung yang secara khas mudah dikonsentrasikan atau suatu kekuatan
yang secara khas memang sudah memiliki langkah panjang di jalanan yang menuju
pusat konsentrasi, sehingga tangan beberapa ratus milyuner saja dan jutawan
saja bisa menggenggam dunia.
Kemampuan produksi sebuah
barang telah melampaui jumlah penduduk dalam suatu negeri yang mengkonsumsi
barang-barang dagangan ini. Tetapi tuntutan kapitalisme bahwa barang-barang ini
harus tetap dijual ke pasar untuk mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa
kaum kapitalis harus menjual barang-barang tersebut keluar negeri. Mereka harus
menemukan pasar luar negeri yang akan menyerap kelebihan penjualan pabrik
mereka. Inilah kemudian yang menyebabkan terjadinya penjajahan (kolonialisme)
dari suatu bangsa atas bangsa lain. Kepentingan untuk melakukan penjajahan ke
negeri lain bukan saja untuk menjual barang-barang dagangan mereka, melainkan
juga kebutuhan akan persediaan bahan-bahan mentah yang sangat besar bagi
kegiatan produksi mereka seperti karet, minyak, timah, tembaga, nikel. Mereka
menginginkan untuk mengontrol sendiri sumber-sumber bahan-bahan mentah yang
penting tersebut. Kedua faktor inilah yang kemudian menimbulkan imperialisme,
membangkitkan peperangan antar satu negeri dengan negeri lain. Perebutan pasar
di negeri-negeri jajahan akhirnya menimbulkan perang. Semua perang-perang yang
terjadi baik perang dunia I, II maupun perang dikomandoi oleh AS saat ini tidak
terlepas dari kerangka untuk mendapatkan pasar-pasar baru.
Zaman imperilisme, ditandai
oleh kendali setiap oligarki keuangan negeri-negeri kapitalis maju, yang
menggunakan kekuasaaan paksaan dan kekerasan terorganisir (mesin-mesin negara
yang mereka pimpin) untuk mempertahankan dominasi imperialnya terhadap
kehidupan ekonomi dan politik negeri-negeri terbelakang, serta untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka dengan mengorbankan kelas pekerja di
negerinya sendiri dan negeri-negeri lain.
KAPITALISME NEOLIBERAL
Perang dunia II telah
berhasil membangkitkan kembali perkembangan modal di negeri-negeri dunia
I. Perkembangan ini telah memacu
ekspansi modal dari negeri-negeri imperialis dunia pertama bergerak ke
negeri-negeri miskin di dunia III. Sejak tahun 1960-an munculnya
perusahaan-perusahaan transnasional dunia I di negeri-negeri dunia III terjadi
cukup masif. Namun tuntutan perluasan pasar atas tuntutan dari perkembangan
modal di negeri-negeri dunia I dirasakan dihambat akibat sejumlah proteksi dari
negara-negara dunia III. Oleh karena itu kemudian pemerintah negara-negara
imperialis yang tergabung dalam kelompok G7 melihat kebutuhan untuk melakukan sejumlah
reformasi strukturural di negara-negara dunia III. Dalam pertemuan tahunan
mereka pada tahun 1976 dihasilkan sebuah kesepkatan untuk melakukan reformasi
neoliberal yang pada intinya berisi: pencabutan berbagai subsidi negara,
kemudahan masuknya investasi asing, privatisasi, liberalisasi perdagangan.
Kekuasaan negara-negara
imperialis dalam mengontrol lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF,
Bank Dunia ia telah berhasil mendorong kebijakan neoliberal ini untuk menjadi
kebijakan global di seluruh negeri. Lembaga-lembaga keuangan interanasional ini
berfungsi tidak lebih sebagai agen pemerintaha negeri-negeri imperialis untuk
menjalankan kebijakan ekonomi neoliberal. Ekspor modal melalui hutang luar
negeri dari IMF dan Bank dunia menjadi senjata untuk menekan pemerintah
negeri-negeri dunia III untuk menjalakan kapitalisme neoliberal.
Walaupun demikian kebijakan
ekonomi neoliberal telah terbukti gagal dipraktekkan di sejumlah negara. Paket
reformasi neoliberal telah menyebabkan negara miskin dunia ketiga menjadi lebih
miskin lagi. Kaum kapitalis bersama pemerintahan negeri-negeri imperialis
mencoba mempertahankan kebijakan ini dengan cara memunculkan sebuah propaganda
(ideologi) tentang globalisasi. Dalam pandangan ini, perkembangan ekonomi telah
menjadi global. Aturan-aturan sebuah negara
tidak lagi relevan dalam situasi perekonomian dunia saat ini. Oleh karena itu
globalisasi dunia dalam makna globalisasi neoliberal tidak dapat dilawan oleh
siapapun karena merupakan tuntutan dari perkembangan ekonomi dunia.
Kenyataannya justru
menunjukkan berlainan. Misalnya saja arus investasi dan jumlah barang dunia
justru terkonsentrasi di negeri-negeri imperialis. Yang menjadi kenyataan dalam
kebijakan ekonomi neoliberal saat ini adalah GLOBALISASI KEMISKINAN dan krisis
global sistem kapitalisme.
Kapitalisme telah terbukti
tidak mampu mensejahterahkan rakyat pekerja, dan rakyat miskin bukan saja di
negeri-negeri miskin dunia III melainkan juga kini di negri-negeri dunia I.
Tingkat kesejahteraan rakyat pekerja di negeri-negeri dunia I telah merosot.
Wajar kemudian bila kemudian mulai bangkitnya perlawanan baik dari kaum buruh,
pemuda, mahasiswa, perempuan, aktivitis lingkungan menentang keberadaan
kapitalisme. Begitu pula halnya di negeri-negeri miskin dunia III, mulai
menyadari bahwa perjuangan kaum buruh tidak dapat dilakukan hanya sebatas
perjuangan menuntut perbaikan upah semata tanpa menghapuskan akar dari
penghisapand dan kemiskinan serta ketidakadilan yaitu sistem kapitalisme.
Perjuangan harus ditujukan untuk melakukan perjuangan politik yaitu untuk
demokrasi rakyat miskin dan perjuangan untuk sebuah sistem masyarakat yang adil
yaitu SOSIALISME.
***
0 komentar:
Posting Komentar