ABOUT US

Our development agency is committed to providing you the best service.

OUR TEAM

The awesome people behind our brand ... and their life motto.

  • Neila Jovan

    Head Hunter

    I long for the raised voice, the howl of rage or love.

  • Mathew McNalis

    Marketing CEO

    Contented with little, yet wishing for much more.

  • Michael Duo

    Developer

    If anything is worth doing, it's worth overdoing.

OUR SKILLS

We pride ourselves with strong, flexible and top notch skills.

Marketing

Development 90%
Design 80%
Marketing 70%

Websites

Development 90%
Design 80%
Marketing 70%

PR

Development 90%
Design 80%
Marketing 70%

ACHIEVEMENTS

We help our clients integrate, analyze, and use their data to improve their business.

150

GREAT PROJECTS

300

HAPPY CLIENTS

650

COFFEES DRUNK

1568

FACEBOOK LIKES

STRATEGY & CREATIVITY

Phasellus iaculis dolor nec urna nullam. Vivamus mattis blandit porttitor nullam.

PORTFOLIO

We pride ourselves on bringing a fresh perspective and effective marketing to each project.

  • Model Represi Baru dalam RUU Ormas (1)

    Model Represi Baru dalam RUU Ormas (1)


    Saat ini, Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia bersama pemerintah sedang membahas rancangan undang-undang tentang organisasi masyarakat (RUU Ormas) yang nantinya akan menggantikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. Mungkin tidak banyak yang tahu keberadaan RUU ini menyisipkan pengaturan yang sangat ketat bagi organisasi masyarakat. Isu awal yang dinaikan oleh pembuat undang-undang bahwa RUU ini dimaksudkan untuk menindak organisasi pelaku kekerasan yang telah merugikan banyak pihak. Namun jika dilihat dari semangatnya, RUU akan mengontrol semua bentuk organisasi yang ada di Indonesia, menindak-nya dengan pembekuan bahkan pembubaran. 
    Tulisan ini akan sedikit mengulas pasal-pasal dalam RUU ini serta kemungkinan dampaknya bagi berbagai organisasi yang ada di Indonesia. Walaupun yang dikritisi adalah pasal per-pasal, bukan berarti pasal-pasal yang tidak disebutkan dalam tulisan ini mendukung kemerdekaan berserikat dan berkumpul, karna sesungguhnya seluruh bangunan RUU ini bermasalah secara hukum dan sosial.

    1.    Pengertian dan Ruang Lingkup Organisasi Masyarakat
    “Organisasi masyarakat yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisispasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jika dilihat dari pengertian Ormas, seluruh bentuk organisasi nirlaba masuk kategori ormas, ketika 3 orang berkumpul dan mendirikan organisasi nirlaba, organisasi tersebut juga masuk kategori ormas. Organisasi buruh, tani, pedagang, didirikan atas dasar kepentingan peningkatan kesejahteraan dan hak-haknya. Mahasiswa, organisais profesi,organisasi kebudayaan dan seni, organisasi keagamaan, organisasi pemuda, lembaga swadaya masyarakat, didirikan atas dasar kesamaan tujuan dan kesemuanya turut berpartisipasi dalam pembangunan.
    Pengertian yang luas ini diperkuat dengan ketentuan ruang lingkup kegiatan organisasi masyarakat dalam pasal 7 RUU yang isinya adalah, ruang lingkup ormas mencakup bidang agama, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hukum, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, penguatan demokrasi pancasila, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hobi dan seni-budaya. 
    Organisasi tani, buruh, pedagang masuk kategori organisasi yang memperjuangkan hak-hak ekonomi, mahasiswa salah satu bentuk organisasi kepemudaan, lembaga swadaya masyarakat bergerak hampir di seluruh ruang lingkup yang disebutkan oleh RUU ini. Pengajian, perkumpulan pecinta vespa, reunian, paguyuban tukang becak masuk dalam kategori ormas.

    2.    Pewajiban Pendaftaran, Syarat-syarat Pendaftaran, Verifikasi Dokumen, Diterbitkan Ijin/Tidak?

    Pasal 15 dan Pasal 16 RUU ormas menyebutkan pewajiban pendaftaran bagi seluruh organisasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Undang Undang Ketenagakerjaan memberikan hak bagi setiap pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja. Serikat pekerja ada yang berbadan hukum dan ada juga yang tidak. Bagi serikat pekerja yang berbadan hukum perkumpulan (didaftarkan di kementrian hukum dan HAM), harus mendaftarakan lagi perkumpulannya ke kementrian dalam negeri. Yang tidak berbadan hukum juga harus mendaftarkan diri ke kementrian dalam negeri untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Ketentuan ini juga berlaku bagi organisasi lain seperti organisasi mahasiswa, organisasi tani, organisasi pedagang, dan lainnya.
    Untuk mengurus SKT tidaklah mudah, ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi, Pasal 16 ayat 2 menyebutkan bahwa organisasi harus menyertakan AD/ART, Program Kerja, Kepengurusan, akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris, surat keterangan tidak berafiliasi dengan partai politik, surat keterangan domisili, nomor pokok wajib pajak, surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan dan lain-lain. Ada banyak persyaratan yang tidak sesuai dengan realitas demokrasi, sebut saja surat keterangan kesanggupan melaporkan kegiatan, pewajiban mengurus akta pendirian di notaris untuk organisasi. 


    Beberapa organisasi buruh, organisasi petani seperti Serikat Petani Indonesia (SPI), organisasi keagamaan seperti Nahdlatlul Ulama (NU), Muhammadiyah, memiliki kepengurusan di tingkat nasional juga daerah. Untuk organisasi dengan tipe seperti ini pengurusan SKT tidak hanya pada organisasi di tingkat nasional, di daerah (propinsi dan kabupaten) juga harus mengurus SKT. Organisasi seperti Nahdatlul Ulama misalnya, selain pengurus besar (PBNU) mengurus pendaftarannya di kementrian dalam negeri, pengurus cabang (PCNU) juga harus mengurus SKTnya di daerah masing-masing.
    Dalam pendaftaran setelah syarat-syarat dipenuhi bukan berarti SKT bisa diterbitkan, masih ada tahapan verifikasi dokumen yang dilakukan oleh menteri dalam negeri untuk organisasi di tingkat nasional, gubernur untuk organisasi ditingkat propinsi dan bupati untuk organisasi tingkat kabupaten. Tak hanya itu, setelah verifikasi menteri/gubernur/walikuta/bupati juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan/tidak menerbitkan SKT. Jika tidak memiliki SKT maka organisasi bisa disebut sebagai organisasi Illegal atau organisasi terlarang. Stigma ini bisa jadi dihidupkan kembali untuk mempersempit ruang gerak organisasi.
    Dasar diterbitkan atau tidaknya SKT juga sangat multitafsir. Dampak dari pengaturan ini bisa saja organisasi yang aktif mengkritisi kebijakan pemerintah akan dipersulit pendirian atau dipertanyakan keberadaannya. Organisasi buruh yang menuntut penghilangan praktek outsourching bisa saja dianggap sebagai organisasi terlarang dan tidak diterbitkan SKT-nya. Keberadaan beberapa pasal ini akan mempersempit ruang gerak organisasi dengan persyaratan administratif yang berbelit-belit dan rumit. Jika organisasi mengabaikan pengaturan ini, bisa saja pemerintah melalui menteri dan/atau gubernur dan/atau walikota mempertanyakan aktifitas organisasi dengan mempertanyakan SKT. 

    3.    Wadah Berhimpun atau Wadah Tunggal?
    Jika ketua Panitia khusus RUU Ormas selalu membuat statement bahwa RUU Ormas tidak represif dan berbeda dengan Undang Undang No. 8 Tahun 1985, dalam RUU Ormas yang masih di bahas masih muncul ketentuan mengenai wadah berhimpun. Walau tidak wajib organisasi tetap dianjurkan untk membuat wadah berhimpun untuk organisasi yang sejenis. Kita mengenal banyak jenis organisasi buruh seperti KASBI, Aliansi Buruh Menggugat, FSPI dan lain-lain, menurut RUU ini organisasi-organisasi ini dianjurkan untuk menjadi satu organisasi atau berhimpun. 
    Jika dirunut dari sejarah, wadah tunggal yang ada dalam RUU Ormas dimaksudkan agar organisasi mudah dikontrol dan dikooptasi. Dulu orgaisasi pemuda hanya ada satu yaitu KNPI, organisasi islam diwadahi MUI, katolik KWI dan sebagainya. Ini menunjukan bahwa ambisi untuk mengontrol organisasi lebih besar dibandingkan memberikan hak kemerdekaan berserikat/berkumpul. 

    4.    Kewajiban Melaporkan Perkembangan dan Aktivitas Organisasi dan Persetujuan Pemerintah untuk Sumbangan Dana Asing
    Apabila organisasi akan mendapatkan sumber pendanaan dari lembaga/orang asing terlebih dahulu harus melaporkan atau mendapatkan persetujuan pemerintah. Ini berlaku bagi seluruh organisasi. Sehingga, bisa mendaptakan dana atau tidaknya tergantung dari keputusan pemerintah. Dalam keadaan aparat yang korup, ini bisa menjadi peluang korupsi baru, seperti proyek tender program pemerintah. Kemungkinan hanya organisasi sejalan dengan pemerintah yang bisa mendapatkan persetujuan pendanaan, atau sumber pendanaan diarahkan ke program-program pemerintah.
    Jika menerima pendanaan, maka organisasi juga wajib melaporkan perkembangan dan aktivitas organisasinya kepada pemerintah. Akan sulit jika organisasi buruh, organisasi mahasiswa, LSM memiliki program atau aktivitas yang mengkritisi ataupun mengawasi kinerja pemerintah atau kebijakannya. Karena dalam pelaporan ini sangat tergantung pada perspektif dari kementrian, gubernur, walikota/bupati, apabila perspektifnya masih represif maka pendekatan politik dan keamanan akan dikedepankan dengan mengambil kewenangan dari pasal ini. 

    5.    Larangan yang Multitafsir
    Beberapa larangan bagi Ormas adalah: Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama dengan,bendera atau lambang negara Republik Indonesia; lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah; nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional; nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar Ormas atau Partai Politik lain. 
    Ormas dilarang: melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menyebarkan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan; memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa; atau melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban, dan merusak fasilitas umum.
    Organisasi seperti pemuda Papua yang menolak penembakan warga sipil bisa saja distigma sebagai organisasi yang melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan atau keselamatan RI, karena dianggap membela organisasi sparatis misalnya. Organisasi buruh atau mahasiswa yang melakukan aksi mendapatkan represi dari aparat kemudian melakukan perlawanan bisa saja dianggap sebagai organisasi yang melakukan kekerasan atau mengganggu ketertiban umum. Organisasi anti korupsi yang mencoba menjerat pejabat korup bisa saja dianggap sebagai organisasi yang membahayakan keselamatan negara. Beberapa contoh yang disebutkan sebagai organisasi yang membahayakan keselamatan negara saat sidang pansus RUU ormas antara lain organisasi ICW, Kontras, WALHI, Green Peace. Maka kepada organisasi-organisasi ini sangat mungkin menjadi organisasi terlarang karena melakukan kegiatan yang dilarang.

    6.    Kewenangan Pemerintah (Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Walikota, Bupati) dalam Pembekuan Organisasi Masyarakat

    Apabila organisasi melanggar larangan yang ditentukan dalam RUU ini, maka pemerintah melalui kementrain dalam negeri, gubernur, bupati, walikota memiliki kewenangan untuk membekukan organisasi. Akibat hukum dari pembekuan juga tidak dijelaskan secara spesifik. Pengaturan ini akan semakin mendorong pemerintah mematikan organisasi yang tidak sejalan dengan programnya.
    Satu contoh yang mungkin akan terjadi misalnya, kasus penolakan pendirian pabrik semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah. Pemerintah Kabupaten Pati mendorong pendirian pabrik semen. Berbagai upaya dilakukan untuk menghambat suara penolakan pabrik semen dari warga di Kecamatan Sukolilo. Pernah terjadi kekerasan oleh Brimob terhadap warga yang bersikeras menolak pendirian pabrik dengan alasan pabrik semen akan menghilangkan sumber penghidupan mereka. Jika RUU ini disahkan, sangat mungkin Bupati Kabupaten Pati menggunakan kewenangannya membekukan organisasi warga yang menolak pabrik semen. Setelah dibekukan maka warga tidak dapat lagi berkumpul untuk membicarakan perkembangan pembangunan pabrik semen. Jika warga melawan bisa saja bupati meminta aparat keamanan untuk menindak organisasi yang kemudian dianggap “terlarang” ini. 
    Jika melihat ketentuan yang demikian represif, masihkah anda ragu menolak RUU Ormas?

    (1) Naskah ini ditulis oleh Kristina Viri, staf divisi advokasi, riset dan kampanye YAPPIKA yang tergabung dalam Koalisi untuk Kebebasan Berserikat (KKB)
  • Mengapa RUU Kamnas Harus Ditolak ?

    Mengapa RUU Kamnas Harus Ditolak ?


    12 Alasan penolakan RUU Kamnas

    Dalam draft RUU Kamnas yang diajukan pada tanggal 23 Oktober 2012, yang telah memangkas 5 (lima) pasal dari draft sebelumnya, sehingga menjadi 55 pasal. Namun demikian, RUU Kamnas ini telah keliru sejak penyusunannya, akibatnya seluruh pasal yang dimuat dalam RUU ini telah melabrak supremasi sipil.

    Mengapa RUU Kamnas Harus Ditolak walaupun telah memangkas 5 (lima pasal). Karena seluruh pasal bermasalah. RUU ini disusun oleh Kementerian Pertahanan cq Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) TNI, yang mengakibatkan seluruh perspektif keamanan dalam RUU ini menjadikan domain utama dalam penyelenggara keamanan adalah militer, jelaslah ini sangat bertentangan dengan konsep keamanan dan pertahanan negara yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.


    Ruang Lingkup Keamanan Nasional (pasal 5 s/d pasal 15)
    Pertama, Status Keadaan Keamanan Nasional meliputi tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan perang (pasal 10) dan keadaan Bencana (pasal 11). Artinya, penyelenggaraan keamanan dalam RUU ini mulai dari situasi tertib hingga perang. Pasal ini membuka peran militer sebagai unsur keamanan nasional dapat terlibat aktif dalam situasi apapun. Hal ini akan sarat dengan pelanggaran HAM.

    Ancaman Keamanan Nasional (pasal 16 s/d pasal 17)
    Kedua, dalam Pasal 16 dan 17 memberikan legitimasi kepada unsur keamanan nasional dan daerah untuk melakukan tindakan represif kepada individu maupun kelompok yang dianggap “berpotensi” mengganggu stabilitas (tertib sipil). Kedua pasal ini menjadi dasar hukum tindakan-tindakan militer (unsur keamanan nasional dan daerah) yang dalam pasal-pasal selanjutnya dalam RUU ini mempertegas peran militer.

    RUU ini mencakup spektrum dan jenis ancaman yang sangat luas termasuk sekalipun sifatnya masih potensial. Spektrum Ancaman dimulai dari ancaman paling lunak sampai dengan ancaman paling keras yang bersifat lokal, nasional, dan internasional dengan berbagai jens dan bentuknya (pasal 16 ayat 1). Sasaran Ancaman terdiri atas: a. bangsa dan negara b. keberlangsungan pemhangunan nasional; c. masyarakat; dan d. Insani (pasal 16 ayat 2).

    Ancaman Keamanan nasional segala aspek kehidupan dikelompokkan ke dalam jenis Ancaman yang terdiri atas: a . Ancaman Militer; b. Ancaman bersenjata; dan c. Ancaman tidak Bersenjata (pasal 17 ayat 1). Masing-masing jenis Ancaman dapat berkembang ke dalam berbagai bentuk Ancaman (pasal 17 ayat 2). Bentuk Ancaman dapat bersifat potensial atau aktual (pasal 17 ayat 3).

    Penyelenggaraan Keamanan Nasional: (pasal 18 s/d pasal 51)
    Ketiga, RUU Kamnas ini memuat pembentukan Dewan Keamanan Nasional dan Forum Keamanan Daerah yang terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap. Adapun anggota tetap yang selalu ada adalah militer (pasal 20 s/d pasal 29). Artinya, militer selalu terlibat dalam pelaksanaan keamanan terhadap ancaman dari ancaman yang paling lunak, potensial, dan tingkat yang rendah sekalipun. Ancaman potensial (pasal 17) yang sangat subyektif (penguasa), sudah dapat ditindak secara represif (disebutkan dalam pasal 35).

    Keempat, Walaupun Dewan ini diketuai oleh Presiden, namun pelaksana harian didominasi oleh kekuatan Militer yang dipimpin oleh sekretaris Jenderal. Namun Sekretaris jenderal Dewan Keamanan Nasional merupakan validasi dari Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) TNI (ditegaskan dalam pasal 52 ayat 3). Dengan melebur Wantannas ke dalam Dewan Keamanan Nasional, maupun seluruh penyelenggaraan keamanan yang selalu melibatkan institusi militer, akibatnya telah mengaburkan batas antara domain keamanan dan domain pertahanan. Hal ini akan memperlebar grey area dalam menegakkan supremasi sipil. Akibatnya, RUU ini menjadi alat legitimasi peran militer dalam wilayah penegakan hukum.

    Kelima, RUU Kamnas ini bukan hanya mengatur kebijakan strategis sebagaimana pernyataan-pernyataan pers yang dilakukan oleh Menhan maupun Wamenhan. Pernyataan tersebut merupakan “pembohongan publik”, karena RUU ini memuat penyelenggaraan dan pelaksanaan operasional keamanan hingga tingkat kabupaten/kota (pasal 30 s/d pasal 39).

    Keenam, Gubernur/Walikota/Bupati mampu mengaktivasi unsur militer melalui forum keamanan daerah walaupun dalam situasi tertib sipil. Hal ini menyiratkan bahwa unsur militer terdelegasikan kewenangannya di daerah. Padahal militer bukanlah bagian dari kewenangan yang dapat didelegasikan ke pemerintah daerah sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 1945. Konsep penyelenggaraan keamanan yang melibatkan militer hanya dengan dapat diaktivasi melalui forum daerah, maka jelas sangat bertentangan dengan UUD 1945, karena aktivasi militer harus melalui pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat RI.

    Ketujuh, Penindakan dini yang dimaksudkan untuk mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian yang lebih besar (pasal 35 ayat 2 point a), mengembalikan kondisi keadaan menjadi tertib sipil dan stabil dengan melaksanakan tindakan represif dan kuratif secara terukur (pasal 35 ayat 2 point c). yang dimaksud dengan terukur yaitu penggunaan kekuatan sesuai dengan kebutuhan operasional (penjelasan pasal 35 ayat 2 point c).

    Pasal 35 ini akan memberangus kebebasan sipil, karena pelibatan unsur militer menjadi teror bagi individu/kelompok yang dianggap mengganggu seseorang (insani), masayarakat atau keberlangsungan pembangunan nasional (sasaran ancaman ini dalam pasal 16 ayat 2).

    Kedelapan, Pencegahan dini, peringatan dini, penindakan dini, dalam RUU ini disebutkan merupakan laporan militer (Sekretaris Jenderal dari unsur militer, BIN, TNI), dan pelaksanaan tersebut melibatkan militer sebagai unsur utama maupun sebagai unsur pendukung (pasal 35 ayat 1). Lagi-lagi militer terlibat dalam pencegahan, peringatan dan penindakan dini. Dengan atas nama “Penindakan dini” maka aparat militer sebagai bagian dari unsur pelaksana forum keamanan daerah berwenang melakukan tindakan represif dan kuratif terhadap individu/kelompok yang diperkirakan (dianggap) pengganggu walaupun dalam situasi tertib sipil. Padahal situasi tertib sipil merupakan domain polisionil dan berbagai perangkat hukum yang telah berlaku.

    Kesembilan, Penanggulangan ancaman keamanan di Laut dan Udara (pasal 38 dan 39) menjadi domain AL dan AU, sedangkan keterlibatan instansi terkait akan diatur kemudian dengan peraturan pemerintah (pasal 38 ayat 2) dan UU baru (pasal 39 ayat 2). Lagi-lagi peran militer dalam segala situasi (tertib). Pasal-pasal ini menghilangkan kewenangan Aparat kepolisian di perairan laut dan para penyidik instansi terkait lainnya yang telah diatur oleh UU (seperti DKP).

    Kesepuluh, Tataran kewenangan dan komando di daerah adalah militer (hanya institusi militer yang dipimpin oleh Komandan sebagaimana disebutkan dalam pasal 48). Jelaslah sudah bahwa RUU ini memang merupakan reinkarnasi dari dwifungsi ABRI yang pernah ‘bersejarah’ di masa lalu. Kali ini hadir dalam jubah baru “Kopkamtib ala Dewan Keamanan Nasional dan Forum Keamanan Daerah.”

    Kesebelas, RUU Kamnas ini membahas semua sektor, dan akan melabrak berbagai UU lainnya yang telah ada (UU Polri, UU TNI UU Pertahanan Negara, UU PKS, dan 67 UU lainnya). Dalam pasal 54 berbunyi: “Pada saat berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Keamanan Nasional yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini”.

    Pasal ini merupakan Lex spesialis yang akan menggugurkan semua peraturan yang ada dan bertentangan dengan RUU Ini.

    Keduabelas, RUU Kamnas ini mengaburkan batas keamanan yang merupakan domain aparatur penegak hukum, dengan memasukkan unsur militer dalam wilayah penegakan hukum tersebut. Kecurigaan akan kembalinya peran militer dalam ranah sipil kehidupan bermasyarakat bukanlah mengada-ada atau tanpa alasan. Justru RUU Kamnas ini secara jelas bagaimana peranan militer dilibatkan sekalipun dalam situasi tertib sipil yang dilakukan dengan 2 tools dalam skema RUU ini yaitu dapat melalui forum keamanan daerah melalui kepala daerah dan atau sebagai Komandan yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap keamanan di daerah.
  • Diberdayakan oleh Blogger.

    About Me

    Foto saya
    Bangkit Melawan atau Tunduk DIam dan Tertindas

    Follows

    My Blog Feeds »

    Translate

    Blogroll

    Blogger templates

    <a href=http://zawa.wordpress.com>Zawa Clocks</a>

    Pages

    Blogger news

    Traffic Info

    Fans Facebook

    Blogroll

    Pages - Menu

    WHAT WE DO

    We've been developing corporate tailored services for clients for 30 years.

    CONTACT US

    For enquiries you can contact us in several different ways. Contact details are below.

    KOMUNITAS MARGINAL

    • Street :Road Street 00
    • Person :Person
    • Phone :+045 123 755 755
    • Country :POLAND
    • Email :contact@heaven.com

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.