Saat ini, Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia bersama pemerintah
sedang membahas rancangan undang-undang tentang organisasi masyarakat (RUU
Ormas) yang nantinya akan menggantikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Masyarakat. Mungkin tidak banyak yang tahu keberadaan RUU ini
menyisipkan pengaturan yang sangat ketat bagi organisasi masyarakat. Isu awal
yang dinaikan oleh pembuat undang-undang bahwa RUU ini dimaksudkan untuk
menindak organisasi pelaku kekerasan yang telah merugikan banyak pihak. Namun
jika dilihat dari semangatnya, RUU akan mengontrol semua bentuk organisasi yang
ada di Indonesia, menindak-nya dengan pembekuan bahkan pembubaran.
Tulisan ini akan sedikit mengulas pasal-pasal dalam RUU ini serta
kemungkinan dampaknya bagi berbagai organisasi yang ada di Indonesia. Walaupun
yang dikritisi adalah pasal per-pasal, bukan berarti pasal-pasal yang tidak
disebutkan dalam tulisan ini mendukung kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
karna sesungguhnya seluruh bangunan RUU ini bermasalah secara hukum dan sosial.
1.
Pengertian dan Ruang Lingkup Organisasi
Masyarakat
“Organisasi masyarakat yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi
yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk
berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat
berpartisispasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”. Jika dilihat dari pengertian Ormas, seluruh bentuk
organisasi nirlaba masuk kategori ormas, ketika 3 orang berkumpul dan
mendirikan organisasi nirlaba, organisasi tersebut juga masuk kategori ormas.
Organisasi buruh, tani, pedagang, didirikan atas dasar kepentingan peningkatan
kesejahteraan dan hak-haknya. Mahasiswa, organisais profesi,organisasi
kebudayaan dan seni, organisasi keagamaan, organisasi pemuda, lembaga swadaya
masyarakat, didirikan atas dasar kesamaan tujuan dan kesemuanya turut
berpartisipasi dalam pembangunan.
Pengertian yang luas ini diperkuat dengan ketentuan ruang lingkup kegiatan organisasi masyarakat dalam pasal 7 RUU yang isinya adalah, ruang lingkup ormas mencakup bidang agama, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hukum, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, penguatan demokrasi pancasila, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hobi dan seni-budaya.
Pengertian yang luas ini diperkuat dengan ketentuan ruang lingkup kegiatan organisasi masyarakat dalam pasal 7 RUU yang isinya adalah, ruang lingkup ormas mencakup bidang agama, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hukum, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, penguatan demokrasi pancasila, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hobi dan seni-budaya.
Organisasi tani, buruh, pedagang masuk kategori organisasi yang
memperjuangkan hak-hak ekonomi, mahasiswa salah satu bentuk organisasi kepemudaan,
lembaga swadaya masyarakat bergerak hampir di seluruh ruang lingkup yang
disebutkan oleh RUU ini. Pengajian, perkumpulan pecinta vespa, reunian,
paguyuban tukang becak masuk dalam
kategori ormas.
2. Pewajiban Pendaftaran, Syarat-syarat Pendaftaran, Verifikasi
Dokumen, Diterbitkan Ijin/Tidak?
Pasal 15 dan Pasal 16 RUU ormas menyebutkan pewajiban pendaftaran bagi seluruh organisasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Undang Undang Ketenagakerjaan memberikan hak bagi setiap pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja. Serikat pekerja ada yang berbadan hukum dan ada juga yang tidak. Bagi serikat pekerja yang berbadan hukum perkumpulan (didaftarkan di kementrian hukum dan HAM), harus mendaftarakan lagi perkumpulannya ke kementrian dalam negeri. Yang tidak berbadan hukum juga harus mendaftarkan diri ke kementrian dalam negeri untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Ketentuan ini juga berlaku bagi organisasi lain seperti organisasi mahasiswa, organisasi tani, organisasi pedagang, dan lainnya.
Untuk mengurus SKT tidaklah mudah, ada banyak persyaratan yang harus
dipenuhi, Pasal 16 ayat 2 menyebutkan bahwa organisasi harus menyertakan
AD/ART, Program Kerja, Kepengurusan, akta pendirian yang dikeluarkan oleh
notaris, surat keterangan tidak berafiliasi dengan partai politik, surat
keterangan domisili, nomor pokok wajib pajak, surat pernyataan kesanggupan
melaporkan kegiatan dan lain-lain. Ada banyak persyaratan yang tidak sesuai
dengan realitas demokrasi, sebut saja surat keterangan kesanggupan melaporkan
kegiatan, pewajiban mengurus akta pendirian di notaris untuk organisasi.
Beberapa organisasi buruh, organisasi petani seperti Serikat Petani Indonesia (SPI), organisasi keagamaan seperti Nahdlatlul Ulama (NU), Muhammadiyah, memiliki kepengurusan di tingkat nasional juga daerah. Untuk organisasi dengan tipe seperti ini pengurusan SKT tidak hanya pada organisasi di tingkat nasional, di daerah (propinsi dan kabupaten) juga harus mengurus SKT. Organisasi seperti Nahdatlul Ulama misalnya, selain pengurus besar (PBNU) mengurus pendaftarannya di kementrian dalam negeri, pengurus cabang (PCNU) juga harus mengurus SKTnya di daerah masing-masing.
Dalam pendaftaran setelah syarat-syarat dipenuhi bukan berarti SKT bisa
diterbitkan, masih ada tahapan verifikasi dokumen yang dilakukan oleh menteri
dalam negeri untuk organisasi di tingkat nasional, gubernur untuk organisasi
ditingkat propinsi dan bupati untuk organisasi tingkat kabupaten. Tak hanya
itu, setelah verifikasi menteri/gubernur/walikuta/bupati juga memiliki
kewenangan untuk menerbitkan/tidak menerbitkan SKT. Jika tidak memiliki SKT
maka organisasi bisa disebut sebagai organisasi Illegal atau organisasi
terlarang. Stigma ini bisa jadi dihidupkan kembali untuk mempersempit ruang
gerak organisasi.
Dasar diterbitkan atau tidaknya SKT juga sangat multitafsir. Dampak dari pengaturan ini bisa saja organisasi yang aktif mengkritisi kebijakan pemerintah akan dipersulit pendirian atau dipertanyakan keberadaannya. Organisasi buruh yang menuntut penghilangan praktek outsourching bisa saja dianggap sebagai organisasi terlarang dan tidak diterbitkan SKT-nya. Keberadaan beberapa pasal ini akan mempersempit ruang gerak organisasi dengan persyaratan administratif yang berbelit-belit dan rumit. Jika organisasi mengabaikan pengaturan ini, bisa saja pemerintah melalui menteri dan/atau gubernur dan/atau walikota mempertanyakan aktifitas organisasi dengan mempertanyakan SKT.
Dasar diterbitkan atau tidaknya SKT juga sangat multitafsir. Dampak dari pengaturan ini bisa saja organisasi yang aktif mengkritisi kebijakan pemerintah akan dipersulit pendirian atau dipertanyakan keberadaannya. Organisasi buruh yang menuntut penghilangan praktek outsourching bisa saja dianggap sebagai organisasi terlarang dan tidak diterbitkan SKT-nya. Keberadaan beberapa pasal ini akan mempersempit ruang gerak organisasi dengan persyaratan administratif yang berbelit-belit dan rumit. Jika organisasi mengabaikan pengaturan ini, bisa saja pemerintah melalui menteri dan/atau gubernur dan/atau walikota mempertanyakan aktifitas organisasi dengan mempertanyakan SKT.
3. Wadah Berhimpun atau Wadah Tunggal?
Jika ketua Panitia khusus RUU Ormas selalu membuat statement bahwa RUU
Ormas tidak represif dan berbeda dengan Undang Undang No. 8 Tahun 1985, dalam
RUU Ormas yang masih di bahas masih muncul ketentuan mengenai wadah berhimpun.
Walau tidak wajib organisasi tetap dianjurkan untk membuat wadah berhimpun untuk
organisasi yang sejenis. Kita mengenal banyak jenis organisasi buruh seperti
KASBI, Aliansi Buruh Menggugat, FSPI dan lain-lain, menurut RUU ini
organisasi-organisasi ini dianjurkan untuk menjadi satu organisasi atau
berhimpun.
Jika dirunut dari sejarah, wadah tunggal yang ada dalam RUU Ormas
dimaksudkan agar organisasi mudah dikontrol dan dikooptasi. Dulu orgaisasi
pemuda hanya ada satu yaitu KNPI, organisasi islam diwadahi MUI, katolik KWI
dan sebagainya. Ini menunjukan bahwa ambisi untuk mengontrol organisasi lebih
besar dibandingkan memberikan hak kemerdekaan berserikat/berkumpul.
4. Kewajiban Melaporkan Perkembangan dan Aktivitas Organisasi
dan Persetujuan Pemerintah untuk Sumbangan Dana Asing
Apabila organisasi akan mendapatkan sumber pendanaan dari lembaga/orang
asing terlebih dahulu harus melaporkan atau mendapatkan persetujuan pemerintah.
Ini berlaku bagi seluruh organisasi. Sehingga, bisa mendaptakan dana atau
tidaknya tergantung dari keputusan pemerintah. Dalam keadaan aparat yang korup,
ini bisa menjadi peluang korupsi baru, seperti proyek tender program
pemerintah. Kemungkinan hanya organisasi sejalan dengan pemerintah yang bisa
mendapatkan persetujuan pendanaan, atau sumber pendanaan diarahkan ke
program-program pemerintah.
Jika menerima pendanaan, maka organisasi juga
wajib melaporkan perkembangan dan aktivitas organisasinya kepada pemerintah.
Akan sulit jika organisasi buruh, organisasi mahasiswa, LSM memiliki program
atau aktivitas yang mengkritisi ataupun mengawasi kinerja pemerintah atau kebijakannya.
Karena dalam pelaporan ini sangat tergantung pada perspektif dari kementrian,
gubernur, walikota/bupati, apabila perspektifnya masih represif maka pendekatan
politik dan keamanan akan dikedepankan dengan mengambil kewenangan dari pasal
ini.
5. Larangan yang Multitafsir
Beberapa larangan bagi Ormas adalah: Ormas dilarang menggunakan nama,
lambang, atau tanda gambar yang sama dengan,bendera atau lambang negara
Republik Indonesia; lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah; nama,
bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional; nama, bendera,
simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
atau tanda gambar Ormas atau Partai Politik lain.
Ormas dilarang: melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menyebarkan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan; memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa; atau melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban, dan merusak fasilitas umum.
Ormas dilarang: melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menyebarkan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan; memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa; atau melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban, dan merusak fasilitas umum.
Organisasi seperti pemuda Papua yang menolak penembakan warga sipil bisa
saja distigma sebagai organisasi yang melakukan kegiatan yang membahayakan
keutuhan atau keselamatan RI, karena dianggap membela organisasi sparatis
misalnya. Organisasi buruh atau mahasiswa yang melakukan aksi mendapatkan
represi dari aparat kemudian melakukan perlawanan bisa saja dianggap sebagai
organisasi yang melakukan kekerasan atau mengganggu ketertiban umum. Organisasi
anti korupsi yang mencoba menjerat pejabat korup bisa saja dianggap sebagai
organisasi yang membahayakan keselamatan negara. Beberapa contoh yang
disebutkan sebagai organisasi yang membahayakan keselamatan negara saat sidang
pansus RUU ormas antara lain organisasi ICW, Kontras, WALHI, Green Peace. Maka
kepada organisasi-organisasi ini sangat mungkin menjadi organisasi terlarang karena
melakukan kegiatan yang dilarang.
6. Kewenangan Pemerintah (Menteri Dalam Negeri, Gubernur,
Walikota, Bupati) dalam Pembekuan Organisasi Masyarakat
Apabila organisasi melanggar larangan yang ditentukan dalam RUU ini, maka pemerintah melalui kementrain dalam negeri, gubernur, bupati, walikota memiliki kewenangan untuk membekukan organisasi. Akibat hukum dari pembekuan juga tidak dijelaskan secara spesifik. Pengaturan ini akan semakin mendorong pemerintah mematikan organisasi yang tidak sejalan dengan programnya.
Satu contoh yang mungkin akan terjadi misalnya,
kasus penolakan pendirian pabrik semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Pemerintah Kabupaten Pati mendorong pendirian pabrik semen. Berbagai upaya
dilakukan untuk menghambat suara penolakan pabrik semen dari warga di Kecamatan
Sukolilo. Pernah terjadi kekerasan oleh Brimob terhadap warga yang bersikeras
menolak pendirian pabrik dengan alasan pabrik semen akan menghilangkan sumber
penghidupan mereka. Jika RUU ini disahkan, sangat mungkin Bupati Kabupaten Pati
menggunakan kewenangannya membekukan organisasi warga yang menolak pabrik
semen. Setelah dibekukan maka warga tidak dapat lagi berkumpul untuk
membicarakan perkembangan pembangunan pabrik semen. Jika warga melawan bisa
saja bupati meminta aparat keamanan untuk menindak organisasi yang kemudian
dianggap “terlarang” ini.
Jika melihat ketentuan yang demikian represif, masihkah anda ragu
menolak RUU Ormas?
(1) Naskah ini ditulis oleh Kristina Viri, staf divisi advokasi, riset dan kampanye YAPPIKA yang tergabung dalam Koalisi untuk Kebebasan Berserikat (KKB)
(1) Naskah ini ditulis oleh Kristina Viri, staf divisi advokasi, riset dan kampanye YAPPIKA yang tergabung dalam Koalisi untuk Kebebasan Berserikat (KKB)
0 komentar:
Posting Komentar